Friday, 12 February 2010
Sunday, 7 February 2010
NUSAKAMBANGAN AS LITTLE AMAZONE AND ALCATRAZ
1
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
POTENSI P. NUSAKAMBANGAN SEBAGAI LITTLE AMAZONE OF JAVA & ALCATRAZ OF INDONESIA *)
Oleh: Tarsoen Waryono **)
Pendahuluan
Mencermati cerita dan atau omong-omong tentang Nusakambangan, dulu terkesan
sangat menyeramkan dan angker, karena suasana lingkunganya berupa hutan dan
merupakan daerah khusus pembinaan narapidana kelas berat. Namun sebaliknya, kini tidak lagi demikian, bahkan setiap insan ingin menginjak dan atau menjelajahinya.
Pulau yang dulunya angker ini, kini telah sedikit berubah suasana, di beberapa tempat dijumpai beberapa orang yang bukan narapidana dan atau pegawai Lembaga Pemasyarakatan, akan tetapi mereka adalah karyawan PT. Semen Cibinong
Cilacap. Di beberapa tempat dijumpai beberapa orang yang mengaku karyawan perusahaan
pengembangan budidaya pisang, serta beberapa masyarakat yang tampaknya sebagai pelaku
perambah hutan Nusakambangan.
Aktivitas-aktivitas baik yang terkoordinasi maupun tidak terkontrol, dalam jangka panjang sangat memungkinkan sebagai salah satu faktor penyebab terdegradasinya lingkungan di pulau yang memiliki potensi wisata alam dan sejarah yang unik.
Potensi Dan Aspek Permasalahannya
Panorama alam, baik gua-gua alam, pantai pasir putih, hutan alam hujan tropik basah
(cagar alam), serta bangunan bersejarah seperti rumah penjara yang dibangun oleh Belanda, benteng Portugis, tempat peristirahan dan komplek rumah penjara lainnya, merupakan potensi alam dan sejarah yang sangat memungkinkan untuk dijadikan atraksi-atraksi wisata yang berbeda lokasi wisata lainnya.
Gua-gua alam yang jumlahnya lebih dari 25 buah, kini masih tumbuh dan berkembang ditinjau dari pertumbuhan staklamit dan stalatitnya, dengan kedalam rata-rata 3-4
meter di bawah permukaan laut. Pantai pasir putih (permisan), merupakan panorama alam
pantai yang indah berada di antara laut bebas (samudra hindia) dan hutan alam tropis yang tergolong langka di Jawa Tengah.
*). Seminar Regional Penelusuran Daerah Tujuan Wisata Dalam Rangka Otonomi Daerah. LP. Nusakambangan, Kabupaten Cilacap 3 April 2003.
**). Staf Pengajar Jurusan Geografi FMIPA-UI.
Hamparan pantainya bersih, dan merupakan lokasi kawah candradimuka latihan dan
pelantikan Tentara Nasional (Kopasus) saat menerima baret merah, setelah melalui
perjalanan panjang dari Bandung-Nusakambangan selama satu minggu dan konon ceritanya
hanya berbekal gula merah dan garam.
Hutan alam tropis Nusakambangan, kini sebagaian telah dipertahankan sebagai
kawasan Cagar Alam (hutan tutupan), untuk pelestarian plasma nutfah, mempertahankan
jenis-jenis endemik, serta merupakan habitat satwa liar seperti macan kumbang, elang jawa, lutung, trenggiling dan beberapa jenis burung yang tidak lagi dijumpai di daratan kota Cilacap dan sekitarnya.
Bangunan sejarah rumah penjara yang dibangun 1912, sebanyak 6 buah komplek,
kini masih cukup kokoh, terletak saling berjauhan satu dengan lainnya, dan dihubungan
dengan sarana jalan lintas darat. Selain rumah penjara, tempat peristirahan bagi orang-orang Belanda juga dibangun dan dilengkapi dengan sarana olah raga (kolam renang dan lapangan tenis).
Nusakambangan hingga tahun 1980-an, merupakan kawasan tertutup, namun kini
sebaliknya bahwa aktivitas yang erat kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya alam telah mulai tumbuh dan berkembang. Penambangan bahan baku semen, tam-paknya merupakan
salah faktor terdegradasinya batuan dasar kapur, walaupun tin-dakan rehabilitasi lahan telah dirancang dan diimplemtasikan.
Pertanyaan yang cukup mendasar, (a) sejauh mana tingkat keberhasilan rehabilitasi
kawasan pasca tambang bahan baku semen dilakukan, (b) apakah secara ekologis menjamin
pulihnya peranan fungsi ekosistem habitat kapur, setelah hasil rehabilitasi berumur 20 tahun?, (c) sejauh mana ekses yang terjadi (dampak) turunan terhadap geohidrologi tanah kapur dan gua alam.
Mestinya konsepsi rehabilitasi yang aman dan rasional, perlu pemulihan habitat
(reklamasi habitat) dengan mendatangkan top soil (lapisan tanah atas) yang bersumber bukan tanah kapur. Demikian halnya dengan rencana pengembangan budidaya pisang juga dinilai tidak rasional. Hal ini mengingat bahwa tanah kapur (dominan) sangat sesitif terhadap air, sedangkan pohon pisang merupakan filter dan tandon air dalam batang tubuhnya. Walaupun sering ditemukan tumbuhan pisang yang lebat daun dan buahnya, akan tetapi terbatas pada tanah-tanah alluvial hasil pencucian top soil (mikro sedimentasi) yang luasnya hanya (±0,0081%) dari luas Nusakambangan.
Akibat-akibat yang cenderung ditimbulkan oleh aktivitas ekonomi melalui
pemanfaatan sumberdaya lahan, akan memberikan kontribusi negatif terhadap kondisi fisik wilayah P. Nusakambangan. Diterbitkannya SK. Menteri Kehakiman No.14. UM.01.06.17 tanggal 24 April 1995, tampaknya dapat dipergunakan sebagai alasan kuat bagi Pemeritahan Kabupaten Cilacap untuk mengendalikan kemungkinan-kemungkinan pemanfaatan sumberdaya bahan baku alam lainnya di Nusakambangan. Atas dasar itulah pengembangan wisata alam P. Nusakambangan kini menjadi strategis kedudukannya, untuk itu kini menjadi tantangan bagi semua pihak untuk “mewujudkannya”
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
Mitos Segara Kidul Dan Kembang Wijayakusuma
Selain fenomena alam yang unik dan bangunan bersejarah, mitos masyarakat
daratan Cilacap dan desa nelayan kampung laut Segara Anakan, secara turun menurun
mempunyai ceritera dan mitos yang erat kaitannya dengan pantai (segara kidul, dan
Nusakambangan) seperti Kembang Wijaya Kusumah dan Nyi Loro Kidul.
Mitos terhadap kembang Wijaya Kusuma, telah banyak diceriterakan dalam seni
budaya, apakah dalam ceritera wayang kulit, atau upacara Kesultanan di lingkungan Keraton
Solo. Dalam perwayangan, kembang Wijaya Kusuma (Kembang Cangkok Wijaya Kusuma),
merupakan senjata ampuh karena mampu menghidupan kembali setiap insan manusia
(wayang) yang belum saatnya meninggal. Dalam upacara Kesultanan Solo, kembang ini
dianggap sebagai syarat mutlak (sesajen) pada upacara-upacara besar.
Berbeda halnya dengan mitos Nyi Loro Kidul, oleh kepercayaan masyarakat pantai
dianggap sebagai punggawa (yang berkuasa) di laut Kidul (Selatan). Cerita ini sangat trakdis,
karena bentuk-bentuk kejadian-kejadian di laut satu atau dua minggu sebelumnya telah
dilontarkan apakah melalui mimpi atau ada seseorang yang konon muncul (wanita cantik)
yang memberi tahu kepada salah seorang masyakat (nelayan) yang intinya bakal ada sesuatu
yang bakal terjadi.
Aspek Pengembangan Wisata Alam Dan Sejarah
Gagasan pengembangan wisata alam Nusakambangan telah banyak dilontarkan. Ada
yang menggagas dalam bentuk jalur wisata layang (kereta gantung mulai dari Teluk Penyu
dan menuju ke Nusakambangan dan kembali lagi ke stasiun awal). Gagasan lain, sebagai
wahana wisata alam kepulauan, dan ada juga yang menggagas khusus wisata alam biologi
dan geologi, serta kemungkinan ada beberapa gagasan lainnya. Pendekatan lain yang dinilai
rasional dan belum banyak dikembangkan khususnya di daerah tropis adalah wisata alam dan
sejarah yang kini menjadi kunci pengembangan yang mampu sebagai daya tarik
Nusakambangan untuk dijadikan wahana wisata yang bertaraf internasional.
Pendekatan pengembangan wisata bertaraf internasional, pada hakekatnya ingin
mengemas potensi Nusakambangan sebagai wahana wisata berbasis alam dan sejarah.
Bentuk rancangan pengembangnnya, dipilah menjadi tiga kelompok tujuan wisata yaitu: zona
Timur, Tengah dan Barat.
Zona Timur, meliputi obyek wisata (a) sejarah dengan mengunjungi Monumen Alteleri
Benteng Pendem, Mercusuar Cimiring, (b) Cagar Alam Nusakambangan Timur; (c)
petualangan alam gua kledeng, panembang dan sikempis, (d) alam P. Karangbandung yang
dikenal dengan Kembang Wijaya Kusuma.
Potensi wisata zona Tengah, meliputi obyek wisata (a) sejarah dengan mengunjungi
monumen Nusakambangan di Pelabuhan Sodong, pesanggaran dan eks lembaga
pemasyarakatan Buntu, (b) petualangan alam penelusuran gua pasir, kelelawar, bisikan, ratu
dan putri, (c) menikmati pemandangan alam dengan mengunjungi pesanggrahan yang
terletak di puncak bukit, dimana pada tempat ini beberapa rumah penjara terlihat dengan
jelas, demikian halnya dengan kota Cilacap dan Kampung laut, serta (d) menikmati panorama
pantai pasir putih (Permisan), dengan pemandangan karang dan obak yang besar.
4
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
Zona Barat, meliputi obyek wisata (a) petualangan mengunjungi gua-gua alam (salak,
ketapang, dan bantar panjang), (b) Eks Lapas Nirbaya Gladagan 1912, (c) Cagar Alam
Nusakambangan Barat dan Hutan Lindung pohon Pahalar.
Konsep Pengembangan Wisata Alam Dan Sejarah
Gagasan untuk mempertahankan keaslian, keindahan, keunikan, dan nilai-nilai
sejarah, hendaknya dikondisikan sebagai komitmen yang merupakan konsep dan kriteria
dasar pengembangan wisata alam Nusakambangan. Pengembangan dalam bentuk fisik dapat
dikendalikan, kecuali pada beberapa lokasi yang mutlak diperlukan (dermaga/jalan utama).
Konsepsi dasar pengembangannya berdasarkan zona obyek wisata seperti yang digagas oleh
beberapa putra daerah. Sarana jalan menuju obyek-obyek wisata berupa jalan setapak, yang
dirancang sebagai jalur mikro antara lokasi obyek satu dengan lainnya, dalam suatu wilayah
zonase obyek wisata.
Keunikan potensi alam P. Nusakambangan, sejarah dan mitosnya, serta mencermati
atas dunia usaha kewisataan alam, khususnya di negara-negara tropis berbasis kelautan,
mendudukan posisi Nusakambangan menjadi strategis dan sejajar, serta merupakan bagian
dari jalur wisata nasional (P. Bali, Prambanan-Borobudur, Nusakambangan dan Alam
Priangan Timur).
Aspek pengetahuan yang dapat dinikmati oleh setiap insan wisatawan seperti yang
telah digagas, ingin mewujudkan Nusakambangan sebagai (a) “little Amazone of Central
Java”, dengan atraksi-aktraksi panorama alam Cagar Alam Nusakambangan Timur dan Barat
seluas ± 1.205 ha, (b) “Alcatraz of Indonesia” yang menyerupai panorama kawasan
pembinaan narapidana di salah satu Pulau terpencil di Amerika, (c) “Historic Adventure
Tourism”, dengan fenomena peninggalan benteng Portugis. Ketiganya gagasan tersebut
dipaduserasikan dengan acara-acara adat seperti sedekah bumi dan laut (Jala sudra), adat
sekaran dan masih banyak fenomena lain yang belum tergali.
Aspek Pengembangan Wisata Alam Nusakambangan
Niat kesungguhan Pemda Cilacap untuk mengembangkan kawasan wisata alam
Nusakambangan, telah dilontarkan, diungkap dan dikemas dalam bentuk obsesi terpadu,
seperti tersirat dalam Rencana Pembangunan Strategis Pemda Cilacap tahun 2002. Konsepsi
dasar inilah yang memposisikan P. Nusakambangan sebagai daerah tujuan wisata unggulan
Jawa Tengah yang mampu mendukung terselenggaranya Otonomi Daerah.
Selain aspek kebijakan, pembangunan berazaskan keperidian dan aspirasi
masyarakat pada dasarnya merupakan strategi yang ingin diwujudkan. Oleh sebab itu
rancangan pembangunannya lebih memfokuskan terhadap daya tarik obyek wisata spesifik,
direncanakan secara terpadu, terprogram, dan berkelanjutan, serta mengacu atas
keselarasan dan kesinambungan pembangunan regional.
Dalam pada itu, konsep pembangunannya diarahkan untuk (a) mampu mendorong
dan meningkatkan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya setempat, (b)
ketragisan dalam nilai-nilai agama dan adat istiadat lingkungan kehidupan masyarakat, (c)
5
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
memacu pelestarian budaya dan lingkungan hidup, serta (d) kelangsungan hidup kawasan
wisata itu sendiri. Lebih jauh bahwa ekoturisme akhir-akhir ini berkembang sebagai fenomena
penting dalam industri pariwisata dan upaya konservasi, sebagai satu kesatuan program
secara terpadu yang tidak saja mendorong para pengunjung (pelancong) peka terhadap
lingkungan, tetapi juga ikut menghidupkan perputaran roda perekonomian daerah. Kegiatan
ekoturisme berbasis lingkungan alam, diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata, baik
dalam perolehan pendapatan asli daerah (PAD), maupun terbinanya pelestarian alam secara
berkelanjutan.
Harapan dan Tantangan
Keunikan alam, kekayaan budaya serta keindahan lansekap alam tropis P.
Nusakambangan (potensi kawasan Cagar Alam dan fenomena lainnya), merupakan aset
penting sebagai salah satu tujuan wisata. Namun demikian untuk mewujudkan P.
Nusakambangan sebagai daerah tujuan wisata tidaklah sederhana, baik ditinjau dari birokrasi
wewenang pengelolaan, sumber dana dan pengelola yang memiliki rasa tanggung-jawab
“Sances of belonging”.
Upaya menyakinkan kepada semua pihak khususnya terhadap wewenang pengelola
(Departemen Kehakiman), Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap, Lembaga Biologi Nasional
dan beberapa Instansi terkait lainnya, merupakan langkah awal yang ditempuh sebagai
jawaban terhadap tantangan yang dihadapi. Kesadaran atas makna pemahaman pentingnya
sejarah, pelestarian potensi sumberdaya alam kepulauan, serta pengembangan potensi
wilayah sebagai salah satu aset wisata daerah, pada hakekatnya merupakan harapan bagi
semua pihak berkepentingan (stakeolder).
Daftar Rujukan
Laporan Tahunan Dinas Pariwisata tahun 2000, Kabupaten Cilacap.
Wawancara (23 Pebruari 2003), pegawai LP. Nasakambangan, Cilacap
3
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
Mitos Segara Kidul Dan Kembang Wijayakusuma
Selain fenomena alam yang unik dan bangunan bersejarah, mitos masyarakat
daratan Cilacap dan desa nelayan kampung laut Segara Anakan, secara turun menurun
mempunyai ceritera dan mitos yang erat kaitannya dengan pantai (segara kidul, dan
Nusakambangan) seperti Kembang Wijaya Kusumah dan Nyi Loro Kidul.
Mitos terhadap kembang Wijaya Kusuma, telah banyak diceriterakan dalam seni
budaya, apakah dalam ceritera wayang kulit, atau upacara Kesultanan di lingkungan Keraton
Solo. Dalam perwayangan, kembang Wijaya Kusuma (Kembang Cangkok Wijaya Kusuma),
merupakan senjata ampuh karena mampu menghidupan kembali setiap insan manusia
(wayang) yang belum saatnya meninggal. Dalam upacara Kesultanan Solo, kembang ini
dianggap sebagai syarat mutlak (sesajen) pada upacara-upacara besar.
Berbeda halnya dengan mitos Nyi Loro Kidul, oleh kepercayaan masyarakat pantai
dianggap sebagai punggawa (yang berkuasa) di laut Kidul (Selatan). Cerita ini sangat trakdis,
karena bentuk-bentuk kejadian-kejadian di laut satu atau dua minggu sebelumnya telah
dilontarkan apakah melalui mimpi atau ada seseorang yang konon muncul (wanita cantik)
yang memberi tahu kepada salah seorang masyakat (nelayan) yang intinya bakal ada sesuatu
yang bakal terjadi.
Aspek Pengembangan Wisata Alam Dan Sejarah
Gagasan pengembangan wisata alam Nusakambangan telah banyak dilontarkan. Ada
yang menggagas dalam bentuk jalur wisata layang (kereta gantung mulai dari Teluk Penyu
dan menuju ke Nusakambangan dan kembali lagi ke stasiun awal). Gagasan lain, sebagai
wahana wisata alam kepulauan, dan ada juga yang menggagas khusus wisata alam biologi
dan geologi, serta kemungkinan ada beberapa gagasan lainnya. Pendekatan lain yang dinilai
rasional dan belum banyak dikembangkan khususnya di daerah tropis adalah wisata alam dan
sejarah yang kini menjadi kunci pengembangan yang mampu sebagai daya tarik
Nusakambangan untuk dijadikan wahana wisata yang bertaraf internasional.
Pendekatan pengembangan wisata bertaraf internasional, pada hakekatnya ingin
mengemas potensi Nusakambangan sebagai wahana wisata berbasis alam dan sejarah.
Bentuk rancangan pengembangnnya, dipilah menjadi tiga kelompok tujuan wisata yaitu: zona
Timur, Tengah dan Barat.
Zona Timur, meliputi obyek wisata (a) sejarah dengan mengunjungi Monumen Alteleri
Benteng Pendem, Mercusuar Cimiring, (b) Cagar Alam Nusakambangan Timur; (c)
petualangan alam gua kledeng, panembang dan sikempis, (d) alam P. Karangbandung yang
dikenal dengan Kembang Wijaya Kusuma.
Potensi wisata zona Tengah, meliputi obyek wisata (a) sejarah dengan mengunjungi
monumen Nusakambangan di Pelabuhan Sodong, pesanggaran dan eks lembaga
pemasyarakatan Buntu, (b) petualangan alam penelusuran gua pasir, kelelawar, bisikan, ratu
dan putri, (c) menikmati pemandangan alam dengan mengunjungi pesanggrahan yang
terletak di puncak bukit, dimana pada tempat ini beberapa rumah penjara terlihat dengan
jelas, demikian halnya dengan kota Cilacap dan Kampung laut, serta (d) menikmati panorama
pantai pasir putih (Permisan), dengan pemandangan karang dan obak yang besar.
4
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
Zona Barat, meliputi obyek wisata (a) petualangan mengunjungi gua-gua alam (salak,
ketapang, dan bantar panjang), (b) Eks Lapas Nirbaya Gladagan 1912, (c) Cagar Alam
Nusakambangan Barat dan Hutan Lindung pohon Pahalar.
Konsep Pengembangan Wisata Alam Dan Sejarah
Gagasan untuk mempertahankan keaslian, keindahan, keunikan, dan nilai-nilai
sejarah, hendaknya dikondisikan sebagai komitmen yang merupakan konsep dan kriteria
dasar pengembangan wisata alam Nusakambangan. Pengembangan dalam bentuk fisik dapat
dikendalikan, kecuali pada beberapa lokasi yang mutlak diperlukan (dermaga/jalan utama).
Konsepsi dasar pengembangannya berdasarkan zona obyek wisata seperti yang digagas oleh
beberapa putra daerah. Sarana jalan menuju obyek-obyek wisata berupa jalan setapak, yang
dirancang sebagai jalur mikro antara lokasi obyek satu dengan lainnya, dalam suatu wilayah
zonase obyek wisata.
Keunikan potensi alam P. Nusakambangan, sejarah dan mitosnya, serta mencermati
atas dunia usaha kewisataan alam, khususnya di negara-negara tropis berbasis kelautan,
mendudukan posisi Nusakambangan menjadi strategis dan sejajar, serta merupakan bagian
dari jalur wisata nasional (P. Bali, Prambanan-Borobudur, Nusakambangan dan Alam
Priangan Timur).
Aspek pengetahuan yang dapat dinikmati oleh setiap insan wisatawan seperti yang
telah digagas, ingin mewujudkan Nusakambangan sebagai (a) “little Amazone of Central
Java”, dengan atraksi-aktraksi panorama alam Cagar Alam Nusakambangan Timur dan Barat
seluas ± 1.205 ha, (b) “Alcatraz of Indonesia” yang menyerupai panorama kawasan
pembinaan narapidana di salah satu Pulau terpencil di Amerika, (c) “Historic Adventure
Tourism”, dengan fenomena peninggalan benteng Portugis. Ketiganya gagasan tersebut
dipaduserasikan dengan acara-acara adat seperti sedekah bumi dan laut (Jala sudra), adat
sekaran dan masih banyak fenomena lain yang belum tergali.
Aspek Pengembangan Wisata Alam Nusakambangan
Niat kesungguhan Pemda Cilacap untuk mengembangkan kawasan wisata alam
Nusakambangan, telah dilontarkan, diungkap dan dikemas dalam bentuk obsesi terpadu,
seperti tersirat dalam Rencana Pembangunan Strategis Pemda Cilacap tahun 2002. Konsepsi
dasar inilah yang memposisikan P. Nusakambangan sebagai daerah tujuan wisata unggulan
Jawa Tengah yang mampu mendukung terselenggaranya Otonomi Daerah.
Selain aspek kebijakan, pembangunan berazaskan keperidian dan aspirasi
masyarakat pada dasarnya merupakan strategi yang ingin diwujudkan. Oleh sebab itu
rancangan pembangunannya lebih memfokuskan terhadap daya tarik obyek wisata spesifik,
direncanakan secara terpadu, terprogram, dan berkelanjutan, serta mengacu atas
keselarasan dan kesinambungan pembangunan regional.
Dalam pada itu, konsep pembangunannya diarahkan untuk (a) mampu mendorong
dan meningkatkan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya setempat, (b)
ketragisan dalam nilai-nilai agama dan adat istiadat lingkungan kehidupan masyarakat, (c)
5
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
memacu pelestarian budaya dan lingkungan hidup, serta (d) kelangsungan hidup kawasan
wisata itu sendiri. Lebih jauh bahwa ekoturisme akhir-akhir ini berkembang sebagai fenomena
penting dalam industri pariwisata dan upaya konservasi, sebagai satu kesatuan program
secara terpadu yang tidak saja mendorong para pengunjung (pelancong) peka terhadap
lingkungan, tetapi juga ikut menghidupkan perputaran roda perekonomian daerah. Kegiatan
ekoturisme berbasis lingkungan alam, diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata, baik
dalam perolehan pendapatan asli daerah (PAD), maupun terbinanya pelestarian alam secara
berkelanjutan.
Harapan dan Tantangan
Keunikan alam, kekayaan budaya serta keindahan lansekap alam tropis P.
Nusakambangan (potensi kawasan Cagar Alam dan fenomena lainnya), merupakan aset
penting sebagai salah satu tujuan wisata. Namun demikian untuk mewujudkan P.
Nusakambangan sebagai daerah tujuan wisata tidaklah sederhana, baik ditinjau dari birokrasi
wewenang pengelolaan, sumber dana dan pengelola yang memiliki rasa tanggung-jawab
“Sances of belonging”.
Upaya menyakinkan kepada semua pihak khususnya terhadap wewenang pengelola
(Departemen Kehakiman), Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap, Lembaga Biologi Nasional
dan beberapa Instansi terkait lainnya, merupakan langkah awal yang ditempuh sebagai
jawaban terhadap tantangan yang dihadapi. Kesadaran atas makna pemahaman pentingnya
sejarah, pelestarian potensi sumberdaya alam kepulauan, serta pengembangan potensi
wilayah sebagai salah satu aset wisata daerah, pada hakekatnya merupakan harapan bagi
semua pihak berkepentingan (stakeolder).
Daftar Rujukan
Laporan Tahunan Dinas Pariwisata tahun 2000, Kabupaten Cilacap.
Wawancara (23 Pebruari 2003), pegawai LP. Nasakambangan, Cilacap
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
POTENSI P. NUSAKAMBANGAN SEBAGAI LITTLE AMAZONE OF JAVA & ALCATRAZ OF INDONESIA *)
Oleh: Tarsoen Waryono **)
Pendahuluan
Mencermati cerita dan atau omong-omong tentang Nusakambangan, dulu terkesan
sangat menyeramkan dan angker, karena suasana lingkunganya berupa hutan dan
merupakan daerah khusus pembinaan narapidana kelas berat. Namun sebaliknya, kini tidak lagi demikian, bahkan setiap insan ingin menginjak dan atau menjelajahinya.
Pulau yang dulunya angker ini, kini telah sedikit berubah suasana, di beberapa tempat dijumpai beberapa orang yang bukan narapidana dan atau pegawai Lembaga Pemasyarakatan, akan tetapi mereka adalah karyawan PT. Semen Cibinong
Cilacap. Di beberapa tempat dijumpai beberapa orang yang mengaku karyawan perusahaan
pengembangan budidaya pisang, serta beberapa masyarakat yang tampaknya sebagai pelaku
perambah hutan Nusakambangan.
Aktivitas-aktivitas baik yang terkoordinasi maupun tidak terkontrol, dalam jangka panjang sangat memungkinkan sebagai salah satu faktor penyebab terdegradasinya lingkungan di pulau yang memiliki potensi wisata alam dan sejarah yang unik.
Potensi Dan Aspek Permasalahannya
Panorama alam, baik gua-gua alam, pantai pasir putih, hutan alam hujan tropik basah
(cagar alam), serta bangunan bersejarah seperti rumah penjara yang dibangun oleh Belanda, benteng Portugis, tempat peristirahan dan komplek rumah penjara lainnya, merupakan potensi alam dan sejarah yang sangat memungkinkan untuk dijadikan atraksi-atraksi wisata yang berbeda lokasi wisata lainnya.
Gua-gua alam yang jumlahnya lebih dari 25 buah, kini masih tumbuh dan berkembang ditinjau dari pertumbuhan staklamit dan stalatitnya, dengan kedalam rata-rata 3-4
meter di bawah permukaan laut. Pantai pasir putih (permisan), merupakan panorama alam
pantai yang indah berada di antara laut bebas (samudra hindia) dan hutan alam tropis yang tergolong langka di Jawa Tengah.
*). Seminar Regional Penelusuran Daerah Tujuan Wisata Dalam Rangka Otonomi Daerah. LP. Nusakambangan, Kabupaten Cilacap 3 April 2003.
**). Staf Pengajar Jurusan Geografi FMIPA-UI.
Hamparan pantainya bersih, dan merupakan lokasi kawah candradimuka latihan dan
pelantikan Tentara Nasional (Kopasus) saat menerima baret merah, setelah melalui
perjalanan panjang dari Bandung-Nusakambangan selama satu minggu dan konon ceritanya
hanya berbekal gula merah dan garam.
Hutan alam tropis Nusakambangan, kini sebagaian telah dipertahankan sebagai
kawasan Cagar Alam (hutan tutupan), untuk pelestarian plasma nutfah, mempertahankan
jenis-jenis endemik, serta merupakan habitat satwa liar seperti macan kumbang, elang jawa, lutung, trenggiling dan beberapa jenis burung yang tidak lagi dijumpai di daratan kota Cilacap dan sekitarnya.
Bangunan sejarah rumah penjara yang dibangun 1912, sebanyak 6 buah komplek,
kini masih cukup kokoh, terletak saling berjauhan satu dengan lainnya, dan dihubungan
dengan sarana jalan lintas darat. Selain rumah penjara, tempat peristirahan bagi orang-orang Belanda juga dibangun dan dilengkapi dengan sarana olah raga (kolam renang dan lapangan tenis).
Nusakambangan hingga tahun 1980-an, merupakan kawasan tertutup, namun kini
sebaliknya bahwa aktivitas yang erat kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya alam telah mulai tumbuh dan berkembang. Penambangan bahan baku semen, tam-paknya merupakan
salah faktor terdegradasinya batuan dasar kapur, walaupun tin-dakan rehabilitasi lahan telah dirancang dan diimplemtasikan.
Pertanyaan yang cukup mendasar, (a) sejauh mana tingkat keberhasilan rehabilitasi
kawasan pasca tambang bahan baku semen dilakukan, (b) apakah secara ekologis menjamin
pulihnya peranan fungsi ekosistem habitat kapur, setelah hasil rehabilitasi berumur 20 tahun?, (c) sejauh mana ekses yang terjadi (dampak) turunan terhadap geohidrologi tanah kapur dan gua alam.
Mestinya konsepsi rehabilitasi yang aman dan rasional, perlu pemulihan habitat
(reklamasi habitat) dengan mendatangkan top soil (lapisan tanah atas) yang bersumber bukan tanah kapur. Demikian halnya dengan rencana pengembangan budidaya pisang juga dinilai tidak rasional. Hal ini mengingat bahwa tanah kapur (dominan) sangat sesitif terhadap air, sedangkan pohon pisang merupakan filter dan tandon air dalam batang tubuhnya. Walaupun sering ditemukan tumbuhan pisang yang lebat daun dan buahnya, akan tetapi terbatas pada tanah-tanah alluvial hasil pencucian top soil (mikro sedimentasi) yang luasnya hanya (±0,0081%) dari luas Nusakambangan.
Akibat-akibat yang cenderung ditimbulkan oleh aktivitas ekonomi melalui
pemanfaatan sumberdaya lahan, akan memberikan kontribusi negatif terhadap kondisi fisik wilayah P. Nusakambangan. Diterbitkannya SK. Menteri Kehakiman No.14. UM.01.06.17 tanggal 24 April 1995, tampaknya dapat dipergunakan sebagai alasan kuat bagi Pemeritahan Kabupaten Cilacap untuk mengendalikan kemungkinan-kemungkinan pemanfaatan sumberdaya bahan baku alam lainnya di Nusakambangan. Atas dasar itulah pengembangan wisata alam P. Nusakambangan kini menjadi strategis kedudukannya, untuk itu kini menjadi tantangan bagi semua pihak untuk “mewujudkannya”
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
Mitos Segara Kidul Dan Kembang Wijayakusuma
Selain fenomena alam yang unik dan bangunan bersejarah, mitos masyarakat
daratan Cilacap dan desa nelayan kampung laut Segara Anakan, secara turun menurun
mempunyai ceritera dan mitos yang erat kaitannya dengan pantai (segara kidul, dan
Nusakambangan) seperti Kembang Wijaya Kusumah dan Nyi Loro Kidul.
Mitos terhadap kembang Wijaya Kusuma, telah banyak diceriterakan dalam seni
budaya, apakah dalam ceritera wayang kulit, atau upacara Kesultanan di lingkungan Keraton
Solo. Dalam perwayangan, kembang Wijaya Kusuma (Kembang Cangkok Wijaya Kusuma),
merupakan senjata ampuh karena mampu menghidupan kembali setiap insan manusia
(wayang) yang belum saatnya meninggal. Dalam upacara Kesultanan Solo, kembang ini
dianggap sebagai syarat mutlak (sesajen) pada upacara-upacara besar.
Berbeda halnya dengan mitos Nyi Loro Kidul, oleh kepercayaan masyarakat pantai
dianggap sebagai punggawa (yang berkuasa) di laut Kidul (Selatan). Cerita ini sangat trakdis,
karena bentuk-bentuk kejadian-kejadian di laut satu atau dua minggu sebelumnya telah
dilontarkan apakah melalui mimpi atau ada seseorang yang konon muncul (wanita cantik)
yang memberi tahu kepada salah seorang masyakat (nelayan) yang intinya bakal ada sesuatu
yang bakal terjadi.
Aspek Pengembangan Wisata Alam Dan Sejarah
Gagasan pengembangan wisata alam Nusakambangan telah banyak dilontarkan. Ada
yang menggagas dalam bentuk jalur wisata layang (kereta gantung mulai dari Teluk Penyu
dan menuju ke Nusakambangan dan kembali lagi ke stasiun awal). Gagasan lain, sebagai
wahana wisata alam kepulauan, dan ada juga yang menggagas khusus wisata alam biologi
dan geologi, serta kemungkinan ada beberapa gagasan lainnya. Pendekatan lain yang dinilai
rasional dan belum banyak dikembangkan khususnya di daerah tropis adalah wisata alam dan
sejarah yang kini menjadi kunci pengembangan yang mampu sebagai daya tarik
Nusakambangan untuk dijadikan wahana wisata yang bertaraf internasional.
Pendekatan pengembangan wisata bertaraf internasional, pada hakekatnya ingin
mengemas potensi Nusakambangan sebagai wahana wisata berbasis alam dan sejarah.
Bentuk rancangan pengembangnnya, dipilah menjadi tiga kelompok tujuan wisata yaitu: zona
Timur, Tengah dan Barat.
Zona Timur, meliputi obyek wisata (a) sejarah dengan mengunjungi Monumen Alteleri
Benteng Pendem, Mercusuar Cimiring, (b) Cagar Alam Nusakambangan Timur; (c)
petualangan alam gua kledeng, panembang dan sikempis, (d) alam P. Karangbandung yang
dikenal dengan Kembang Wijaya Kusuma.
Potensi wisata zona Tengah, meliputi obyek wisata (a) sejarah dengan mengunjungi
monumen Nusakambangan di Pelabuhan Sodong, pesanggaran dan eks lembaga
pemasyarakatan Buntu, (b) petualangan alam penelusuran gua pasir, kelelawar, bisikan, ratu
dan putri, (c) menikmati pemandangan alam dengan mengunjungi pesanggrahan yang
terletak di puncak bukit, dimana pada tempat ini beberapa rumah penjara terlihat dengan
jelas, demikian halnya dengan kota Cilacap dan Kampung laut, serta (d) menikmati panorama
pantai pasir putih (Permisan), dengan pemandangan karang dan obak yang besar.
4
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
Zona Barat, meliputi obyek wisata (a) petualangan mengunjungi gua-gua alam (salak,
ketapang, dan bantar panjang), (b) Eks Lapas Nirbaya Gladagan 1912, (c) Cagar Alam
Nusakambangan Barat dan Hutan Lindung pohon Pahalar.
Konsep Pengembangan Wisata Alam Dan Sejarah
Gagasan untuk mempertahankan keaslian, keindahan, keunikan, dan nilai-nilai
sejarah, hendaknya dikondisikan sebagai komitmen yang merupakan konsep dan kriteria
dasar pengembangan wisata alam Nusakambangan. Pengembangan dalam bentuk fisik dapat
dikendalikan, kecuali pada beberapa lokasi yang mutlak diperlukan (dermaga/jalan utama).
Konsepsi dasar pengembangannya berdasarkan zona obyek wisata seperti yang digagas oleh
beberapa putra daerah. Sarana jalan menuju obyek-obyek wisata berupa jalan setapak, yang
dirancang sebagai jalur mikro antara lokasi obyek satu dengan lainnya, dalam suatu wilayah
zonase obyek wisata.
Keunikan potensi alam P. Nusakambangan, sejarah dan mitosnya, serta mencermati
atas dunia usaha kewisataan alam, khususnya di negara-negara tropis berbasis kelautan,
mendudukan posisi Nusakambangan menjadi strategis dan sejajar, serta merupakan bagian
dari jalur wisata nasional (P. Bali, Prambanan-Borobudur, Nusakambangan dan Alam
Priangan Timur).
Aspek pengetahuan yang dapat dinikmati oleh setiap insan wisatawan seperti yang
telah digagas, ingin mewujudkan Nusakambangan sebagai (a) “little Amazone of Central
Java”, dengan atraksi-aktraksi panorama alam Cagar Alam Nusakambangan Timur dan Barat
seluas ± 1.205 ha, (b) “Alcatraz of Indonesia” yang menyerupai panorama kawasan
pembinaan narapidana di salah satu Pulau terpencil di Amerika, (c) “Historic Adventure
Tourism”, dengan fenomena peninggalan benteng Portugis. Ketiganya gagasan tersebut
dipaduserasikan dengan acara-acara adat seperti sedekah bumi dan laut (Jala sudra), adat
sekaran dan masih banyak fenomena lain yang belum tergali.
Aspek Pengembangan Wisata Alam Nusakambangan
Niat kesungguhan Pemda Cilacap untuk mengembangkan kawasan wisata alam
Nusakambangan, telah dilontarkan, diungkap dan dikemas dalam bentuk obsesi terpadu,
seperti tersirat dalam Rencana Pembangunan Strategis Pemda Cilacap tahun 2002. Konsepsi
dasar inilah yang memposisikan P. Nusakambangan sebagai daerah tujuan wisata unggulan
Jawa Tengah yang mampu mendukung terselenggaranya Otonomi Daerah.
Selain aspek kebijakan, pembangunan berazaskan keperidian dan aspirasi
masyarakat pada dasarnya merupakan strategi yang ingin diwujudkan. Oleh sebab itu
rancangan pembangunannya lebih memfokuskan terhadap daya tarik obyek wisata spesifik,
direncanakan secara terpadu, terprogram, dan berkelanjutan, serta mengacu atas
keselarasan dan kesinambungan pembangunan regional.
Dalam pada itu, konsep pembangunannya diarahkan untuk (a) mampu mendorong
dan meningkatkan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya setempat, (b)
ketragisan dalam nilai-nilai agama dan adat istiadat lingkungan kehidupan masyarakat, (c)
5
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
memacu pelestarian budaya dan lingkungan hidup, serta (d) kelangsungan hidup kawasan
wisata itu sendiri. Lebih jauh bahwa ekoturisme akhir-akhir ini berkembang sebagai fenomena
penting dalam industri pariwisata dan upaya konservasi, sebagai satu kesatuan program
secara terpadu yang tidak saja mendorong para pengunjung (pelancong) peka terhadap
lingkungan, tetapi juga ikut menghidupkan perputaran roda perekonomian daerah. Kegiatan
ekoturisme berbasis lingkungan alam, diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata, baik
dalam perolehan pendapatan asli daerah (PAD), maupun terbinanya pelestarian alam secara
berkelanjutan.
Harapan dan Tantangan
Keunikan alam, kekayaan budaya serta keindahan lansekap alam tropis P.
Nusakambangan (potensi kawasan Cagar Alam dan fenomena lainnya), merupakan aset
penting sebagai salah satu tujuan wisata. Namun demikian untuk mewujudkan P.
Nusakambangan sebagai daerah tujuan wisata tidaklah sederhana, baik ditinjau dari birokrasi
wewenang pengelolaan, sumber dana dan pengelola yang memiliki rasa tanggung-jawab
“Sances of belonging”.
Upaya menyakinkan kepada semua pihak khususnya terhadap wewenang pengelola
(Departemen Kehakiman), Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap, Lembaga Biologi Nasional
dan beberapa Instansi terkait lainnya, merupakan langkah awal yang ditempuh sebagai
jawaban terhadap tantangan yang dihadapi. Kesadaran atas makna pemahaman pentingnya
sejarah, pelestarian potensi sumberdaya alam kepulauan, serta pengembangan potensi
wilayah sebagai salah satu aset wisata daerah, pada hakekatnya merupakan harapan bagi
semua pihak berkepentingan (stakeolder).
Daftar Rujukan
Laporan Tahunan Dinas Pariwisata tahun 2000, Kabupaten Cilacap.
Wawancara (23 Pebruari 2003), pegawai LP. Nasakambangan, Cilacap
3
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
Mitos Segara Kidul Dan Kembang Wijayakusuma
Selain fenomena alam yang unik dan bangunan bersejarah, mitos masyarakat
daratan Cilacap dan desa nelayan kampung laut Segara Anakan, secara turun menurun
mempunyai ceritera dan mitos yang erat kaitannya dengan pantai (segara kidul, dan
Nusakambangan) seperti Kembang Wijaya Kusumah dan Nyi Loro Kidul.
Mitos terhadap kembang Wijaya Kusuma, telah banyak diceriterakan dalam seni
budaya, apakah dalam ceritera wayang kulit, atau upacara Kesultanan di lingkungan Keraton
Solo. Dalam perwayangan, kembang Wijaya Kusuma (Kembang Cangkok Wijaya Kusuma),
merupakan senjata ampuh karena mampu menghidupan kembali setiap insan manusia
(wayang) yang belum saatnya meninggal. Dalam upacara Kesultanan Solo, kembang ini
dianggap sebagai syarat mutlak (sesajen) pada upacara-upacara besar.
Berbeda halnya dengan mitos Nyi Loro Kidul, oleh kepercayaan masyarakat pantai
dianggap sebagai punggawa (yang berkuasa) di laut Kidul (Selatan). Cerita ini sangat trakdis,
karena bentuk-bentuk kejadian-kejadian di laut satu atau dua minggu sebelumnya telah
dilontarkan apakah melalui mimpi atau ada seseorang yang konon muncul (wanita cantik)
yang memberi tahu kepada salah seorang masyakat (nelayan) yang intinya bakal ada sesuatu
yang bakal terjadi.
Aspek Pengembangan Wisata Alam Dan Sejarah
Gagasan pengembangan wisata alam Nusakambangan telah banyak dilontarkan. Ada
yang menggagas dalam bentuk jalur wisata layang (kereta gantung mulai dari Teluk Penyu
dan menuju ke Nusakambangan dan kembali lagi ke stasiun awal). Gagasan lain, sebagai
wahana wisata alam kepulauan, dan ada juga yang menggagas khusus wisata alam biologi
dan geologi, serta kemungkinan ada beberapa gagasan lainnya. Pendekatan lain yang dinilai
rasional dan belum banyak dikembangkan khususnya di daerah tropis adalah wisata alam dan
sejarah yang kini menjadi kunci pengembangan yang mampu sebagai daya tarik
Nusakambangan untuk dijadikan wahana wisata yang bertaraf internasional.
Pendekatan pengembangan wisata bertaraf internasional, pada hakekatnya ingin
mengemas potensi Nusakambangan sebagai wahana wisata berbasis alam dan sejarah.
Bentuk rancangan pengembangnnya, dipilah menjadi tiga kelompok tujuan wisata yaitu: zona
Timur, Tengah dan Barat.
Zona Timur, meliputi obyek wisata (a) sejarah dengan mengunjungi Monumen Alteleri
Benteng Pendem, Mercusuar Cimiring, (b) Cagar Alam Nusakambangan Timur; (c)
petualangan alam gua kledeng, panembang dan sikempis, (d) alam P. Karangbandung yang
dikenal dengan Kembang Wijaya Kusuma.
Potensi wisata zona Tengah, meliputi obyek wisata (a) sejarah dengan mengunjungi
monumen Nusakambangan di Pelabuhan Sodong, pesanggaran dan eks lembaga
pemasyarakatan Buntu, (b) petualangan alam penelusuran gua pasir, kelelawar, bisikan, ratu
dan putri, (c) menikmati pemandangan alam dengan mengunjungi pesanggrahan yang
terletak di puncak bukit, dimana pada tempat ini beberapa rumah penjara terlihat dengan
jelas, demikian halnya dengan kota Cilacap dan Kampung laut, serta (d) menikmati panorama
pantai pasir putih (Permisan), dengan pemandangan karang dan obak yang besar.
4
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
Zona Barat, meliputi obyek wisata (a) petualangan mengunjungi gua-gua alam (salak,
ketapang, dan bantar panjang), (b) Eks Lapas Nirbaya Gladagan 1912, (c) Cagar Alam
Nusakambangan Barat dan Hutan Lindung pohon Pahalar.
Konsep Pengembangan Wisata Alam Dan Sejarah
Gagasan untuk mempertahankan keaslian, keindahan, keunikan, dan nilai-nilai
sejarah, hendaknya dikondisikan sebagai komitmen yang merupakan konsep dan kriteria
dasar pengembangan wisata alam Nusakambangan. Pengembangan dalam bentuk fisik dapat
dikendalikan, kecuali pada beberapa lokasi yang mutlak diperlukan (dermaga/jalan utama).
Konsepsi dasar pengembangannya berdasarkan zona obyek wisata seperti yang digagas oleh
beberapa putra daerah. Sarana jalan menuju obyek-obyek wisata berupa jalan setapak, yang
dirancang sebagai jalur mikro antara lokasi obyek satu dengan lainnya, dalam suatu wilayah
zonase obyek wisata.
Keunikan potensi alam P. Nusakambangan, sejarah dan mitosnya, serta mencermati
atas dunia usaha kewisataan alam, khususnya di negara-negara tropis berbasis kelautan,
mendudukan posisi Nusakambangan menjadi strategis dan sejajar, serta merupakan bagian
dari jalur wisata nasional (P. Bali, Prambanan-Borobudur, Nusakambangan dan Alam
Priangan Timur).
Aspek pengetahuan yang dapat dinikmati oleh setiap insan wisatawan seperti yang
telah digagas, ingin mewujudkan Nusakambangan sebagai (a) “little Amazone of Central
Java”, dengan atraksi-aktraksi panorama alam Cagar Alam Nusakambangan Timur dan Barat
seluas ± 1.205 ha, (b) “Alcatraz of Indonesia” yang menyerupai panorama kawasan
pembinaan narapidana di salah satu Pulau terpencil di Amerika, (c) “Historic Adventure
Tourism”, dengan fenomena peninggalan benteng Portugis. Ketiganya gagasan tersebut
dipaduserasikan dengan acara-acara adat seperti sedekah bumi dan laut (Jala sudra), adat
sekaran dan masih banyak fenomena lain yang belum tergali.
Aspek Pengembangan Wisata Alam Nusakambangan
Niat kesungguhan Pemda Cilacap untuk mengembangkan kawasan wisata alam
Nusakambangan, telah dilontarkan, diungkap dan dikemas dalam bentuk obsesi terpadu,
seperti tersirat dalam Rencana Pembangunan Strategis Pemda Cilacap tahun 2002. Konsepsi
dasar inilah yang memposisikan P. Nusakambangan sebagai daerah tujuan wisata unggulan
Jawa Tengah yang mampu mendukung terselenggaranya Otonomi Daerah.
Selain aspek kebijakan, pembangunan berazaskan keperidian dan aspirasi
masyarakat pada dasarnya merupakan strategi yang ingin diwujudkan. Oleh sebab itu
rancangan pembangunannya lebih memfokuskan terhadap daya tarik obyek wisata spesifik,
direncanakan secara terpadu, terprogram, dan berkelanjutan, serta mengacu atas
keselarasan dan kesinambungan pembangunan regional.
Dalam pada itu, konsep pembangunannya diarahkan untuk (a) mampu mendorong
dan meningkatkan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya setempat, (b)
ketragisan dalam nilai-nilai agama dan adat istiadat lingkungan kehidupan masyarakat, (c)
5
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
memacu pelestarian budaya dan lingkungan hidup, serta (d) kelangsungan hidup kawasan
wisata itu sendiri. Lebih jauh bahwa ekoturisme akhir-akhir ini berkembang sebagai fenomena
penting dalam industri pariwisata dan upaya konservasi, sebagai satu kesatuan program
secara terpadu yang tidak saja mendorong para pengunjung (pelancong) peka terhadap
lingkungan, tetapi juga ikut menghidupkan perputaran roda perekonomian daerah. Kegiatan
ekoturisme berbasis lingkungan alam, diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata, baik
dalam perolehan pendapatan asli daerah (PAD), maupun terbinanya pelestarian alam secara
berkelanjutan.
Harapan dan Tantangan
Keunikan alam, kekayaan budaya serta keindahan lansekap alam tropis P.
Nusakambangan (potensi kawasan Cagar Alam dan fenomena lainnya), merupakan aset
penting sebagai salah satu tujuan wisata. Namun demikian untuk mewujudkan P.
Nusakambangan sebagai daerah tujuan wisata tidaklah sederhana, baik ditinjau dari birokrasi
wewenang pengelolaan, sumber dana dan pengelola yang memiliki rasa tanggung-jawab
“Sances of belonging”.
Upaya menyakinkan kepada semua pihak khususnya terhadap wewenang pengelola
(Departemen Kehakiman), Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap, Lembaga Biologi Nasional
dan beberapa Instansi terkait lainnya, merupakan langkah awal yang ditempuh sebagai
jawaban terhadap tantangan yang dihadapi. Kesadaran atas makna pemahaman pentingnya
sejarah, pelestarian potensi sumberdaya alam kepulauan, serta pengembangan potensi
wilayah sebagai salah satu aset wisata daerah, pada hakekatnya merupakan harapan bagi
semua pihak berkepentingan (stakeolder).
Daftar Rujukan
Laporan Tahunan Dinas Pariwisata tahun 2000, Kabupaten Cilacap.
Wawancara (23 Pebruari 2003), pegawai LP. Nasakambangan, Cilacap
Saturday, 6 February 2010
Thursday, 4 February 2010
Save Our Nusakambangan Island (Part 1)
NUSAKAMBANGAN: HARAPAN KEBERLANJUTAN MASA DEPAN (Bagian 1)
Share
Friday, January 15, 2010 at 3:47pm
“Nusa Kambangan adalah pulau karang yang dengan ekosistem yang sangat rentan dan sensitif terhadap segala bentuk gangguan. Bila fungsi ekosistem pulau karang hancur, hanya tinggal menunggu suatu saat pulau itupun akan runtuh pula. Dan Cilacap pun harus menanggung akibatnya”.
Pulau Nusakambangan terletak di sebelah selatan Pulau Jawa dengan luas 210 km2 atau 17.000 Ha, termasuk dalam wilayah administratif kelurahan Tambakreja kecamatan Cilacap selatan. Topografi pada umumnya berbukit-bukit dan bergelombang, serta sedikit daerah datar pada pantai bagian utara dan ujung barat. Puncak-puncak yang cukup tinggi berkisar 150-200m dpl dengan puncak tertinggi mencapai 190m terdapat di bagian timur pulau. Kawasan punggung-punggung bukit yang membujur sepanjang bagian utara pulau terdiri atas rangkaian bukit batu kapur, sementara sepanjang bagian selatannya terdiri atas batuan vulkanik tua.
Satuan geologinya terdiri atas batu kapur dengan gua-gua aktif dan batuan vulkanik tua. Nusakambangan merupakan ujung dari rangkaian pegunungan Jawa Barat bagian selatan. Bersama dengan Lembah Citanduy dan Segara Anakan, pantai selatan Jawa Tengah bagian barat ini termasuk dalam mintakat lempeng Bandung. Karenanya banyak dijumpai jenis tumbuhan yang memiliki kemiripan dengan di daerah Jawa Barat.
Salah satu fungsi penting alami Pulau Nusakambangan adalah sebagai penyangga kota Cilacap terhadap gelombang Samudra Hindia dan sekaligus sebagai pelindung terpaan angin topan.
Keberadaannya yang dipisahkan oleh laguna Segara Anakan juga menjadikan Cilacap memiliki pelabuhan alam yang terlindung. Pelabuhan alam ini sangat strategis dan mendukung perkembangan industri yang ada.
Bentuk pengelolaan Pulau Nusakambangan terdiri dari kawasan cagar alam, hutan lindung, kawasan pertambangan, lahan pertanian dan kompleks lembaga pemasyarakatan.
Kondisi Awal dan Potensi Pulau Nusakambangan
a. Kekayaan Flora
Keanekaragaman tipe ekosistem Pulau Nusakambangan cukup kompleks dengan tutupan vegetasi di sebagian tempat masih berupa hutan alam dalam keadaan cukup baik. Sedikitnya ditemukan 8 tipe vegetasi yang berkembang di daratan Pulau Nusakambangan yaitu hutan mangrove, formasi pes-caprae, formasi baringtonia, hutan pantai terjal, hutan pamah (hutan hujan tropis), hutan perbukitan batu kapur, hutan sekunder dan padang alang-alang. Pada lokasi tertentu terdapat kebun aktif dikelola oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan (LP) yang menetap, berupa kebun karet, kelapa, jeruk dan pisang yang umumnya dikembangkan dekat lingkungan perumahan LP.
Di samping itu keanekaragaman floranya pun cukup tinggi. Sedikitnya terdapat 767 jenis tumbuhan berbunga dan beberapa jenis tumbuhan paku. Beberapa jenis di antaranya tercatat sebagai jenis endemik, langka dan catatan baru bagi flora Jawa. Jenis tumbuhan langka dan unik yang dapat dijumpai antara lain Amorphophalus decus-silvae, Lithocarpus platycarpus, Rafflesia patma, Shorea javanica dan Dipterocarpus littoralis. Masih banyak jenis yang kini diduga keberadaaannya hanya tinggal di Pulau Nusakambangan, mengingat hutan alam di Jawa hampir sudah tidak ada lagi. Terdapat sedikitnya 32 jenis tumbuhan berbunga sebagai catatan baru bagi flora Jawa, karena jenis tersebut belum terdaftar dalam buku Flora of Java volume I, II & III.
Dalam kurun waktu tahun 2004, peneliti Herbarium Bogoriense dari Pusat Penelitian Biologi - LIPI telah berhasil mencatat 18 jenis tumbuhan yang dianggap catatan baru untuk Pulau Jawa, khususnya di Pulau Nusakambangan tercatat 34 jenis yang selama ini belum pernah dikumpulkan secara ilmiah dan belum diketahui keberadaannya di Pulau Jawa. Penemuan jenis baru tersebut merupakan kontribusi penting bagi khasanah ilmu pengetahuan dan kontribusi nyata peneliti Indonesia.
b. Kekayaan Fauna
Pulau Nusakambangan merupakan kawasan yang menarik dari segi keunikan dan keanekaragaman jenis. Kekayaan dan kekhasan faunanya sepertinya berhubungan erat dengan keanekaragaman tipe ekosistem. Dari hasil survey yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor, sedikitnya telah berhasil dicatat 107 jenis kupu-kupu yang mewakili 28% kupu-kupu Jawa dengan dominasi jenis kupu-kupu yang banyak ditemukan di Jawa Barat. Keberadaan jenis kupu-kupu ini sangat berkaitan dengan jenis flora yang umumnya tersebar sampai Pangandaran dan Ujungkulon. Demikian halnya dengan kelompok lain seperti sedikitnya ada 70 jenis burung, 26 jenis ikan dan 8 jenis reptil. Dari 26 jenis ikan Pulau Nusakambangan, tercatat satu jenis wader (Puntius binotatus) yang potensial sebagai ikan hias dan atau konsumsi.
Berdasarkan data dari Nature Conservation in Indonesia yang disponsori oleh Gibbon Foundation tahun 1999, di Pulau Nusakambangan dan kawasan Segara Anakan terdapat 8 jenis mamalia, 115 jenis aves (burung), 2 jenis reptil dan 17 genera pisces (ikan). Jenis-jenis mamalia yang masuk kategori dilindungi adalah :
• Kera ekor panjang (Macaca fascicularis)
• Lutung Jawa (Trachypithecus auratus)
• Berang-berang bulu licin (Lutrogale perspicillata)
• Berang-berang cakar kecil (Aonyx cinerea)
• Dugong (Dugong dugong)
• Lumba-lumba trawadi (Orcaella brevirostris)
Di antara 115 jenis burung yang termasuk dilindungi adalah :
• Bultok Jawa (Megalaima javensis)
• Kangkareng (Anthracoceros albirostris)
• Julang (Aceros undulatus)
• Bubut hitam (Centropus nigorufus)
• Elang brontok (Spizaetus cirrhatus)
• Elang laut perut putih (Heliaetus leucogaster)
• Elang ular (Spilornis cheela)
• Alap-alap sapi (Falco moluccensis)
• Alap-alap sawah (Falco peregrinus)
• Pecuk ular (Anhinga melanogastre)
• Bluwok (Mycteria cinerea)
• Bangau tongtong (Leptoptilos javanicus)
Jenis reptil yang ditemukan dan dilindungi adalah biawak (Varanus salvator). Sedangkan penyu jenis langka yang dilindungi Undang-Undang dan bahkan masuk kategori appendix I dalam CITES (yaitu satwa yang haram diperdagangkan karena sudah di ambang kepunahan/endangered) yaitu penyu hijau (Chelonia mydas) ditemukan dan sering bertelur di pantai Pulau Nusakambangan.
Dari segi keanekaragaman hayati, peran Pulau Nusakambangan bagi daerah sekitarnya menjadi semakin penting, selain sebagai habitat berbagai kelompok fauna, sisa kawasan hutan pamah (hutan hujan tropis dataran rendah) Jawa Tengah ini juga berfungsi sebagai sumber plasma nutfah bagi daerah sekitar Cilacap. Hilangnya habitat alami berupa tutupan hutan alam di Jawa diduga telah memaksa berbagai kelompok fauna terutama burung dan serangga untuk mencari tempat hidup baru, di antaranya ke Pulau Nusakambangan.
c. Potensi Bahan Galian Golongan C
Struktur batuan Pulau Nusakambangan terdiri dari satuan batuan gamping dan breksi. Batu gamping merupakan bahan baku pembuatan semen atau material industri kimia dan pupuk.
d. Ekowisata
Pulau Nusakambangan dipisahkan dari Pulau Jawa oleh Segara Anakan yang mengalami pendangkalan akibat endapan lumpur sungai Citanduy. Proses pendangkalan ini dapat dilihat dari terbentuknya tanah timbul di bagian Utara Nusakambangan. Fenomena alam ini merupakan kondisi yang menarik sebagai obyek ekowisata. Sejumlah ekowisata yang terdapat di Pulau Nusakambangan adalah Pantai Permisan, Pasir Putih, Karangbolong, Cagar Alam Nusakambangan, gua alam (Gua Ratu, Gua Lawa, Gua Pasir, Gua Pantai Panjang, Gua Ketapang, Gua Masigit Selo).
e. Wisata Sejarah
Pulau Nusakambangan juga berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai salah satu obyek wisata sejarah, yaitu adanya peninggalan Lembaga Pemasyarakatan baik yang saat ini masih digunakan maupun Lembaga Pemasyarakatan yang sudah tidak digunakan lagi. Obyek ini dapat dijadikan satu rangkaian wisata dengan obyek wisata Benteng Pendem dan Benteng Karangbolong.
f. Potensi Air Bersih
Bagi masyarakat Kecamatan Kampung Laut di kawasan Segara Anakan, Pulau Nusakambangan berfungsi memenuhi kebutuhan air minum dan air bersih. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di Kampung Laut mengandalkan kebutuhan air bersih dari sumber mata air di Pulau Nusakambangan.
Kompleksitas Permasalahan: Tantangan dan Ancaman
Masalah yang dihadapi Nusakambangan tak hanya besar, membutuhkan pembicaraan di tingkat eksekutif & legislatif, tetapi juga kompleks serta saling berkaitan. Segala hiruk pikuk permasalahan itu menjadi ancaman bagi Nusakambangan sendiri dan segenap penduduk Cilacap mengingat perannya sebagai Great Barrier Reef bagi kota Cilacap, dan tantangan bagi semua pihak yang berkepentingan atas Nusakambangan untuk melakukan tindakan penyelamatan dari sekarang atau Cilacap akan terhapus dari peta dunia!
• Kegiatan Penambangan Batu Gamping
Dengan Kepres Nomor 38 Tahun 1974, Nusakambangan dinyatakan terbuka untuk usaha penambangan batu kapur sebagai bahan baku industri semen PT. Semen Cibinong Tbk (sekarang PT. Holcim Indonesia Tbk). Holcim mengantongi Surat Ijin Pertambangan Daerah (SIPD) berjangka waktu 23 tahun berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor : 540/32/2000 tanggal 18 September 2000.
Perusahaan tersebut menambang batu kapur sebagai bahan semen (klinker) yang berada di hutan Nusakambangan dengan cara peledakan. Pada lahan seluas 1.000 ha dan kapasitas bahan galian 4,1 juta ton per tahun, dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap keberadaan sumber mata air yang berada di gua-gua dan hilangnya sebagian hutan tropika basah dataran rendah. Sampai Januari 2009, luas lahan penambangan yang sudah dibuka mencapai 98,4 ha, dengan tambang aktif seluas 58,88 ha. Reklamasi lahan pasca penambangan pada lahan tambang yang sudah tidak aktif seluas 17,76 ha.
Penambangan batu gamping memberi dampak negatif terhadap penurunan kualitas lingkungan di Pulau Nusakambangan dan dampak positif berupa penyerapan tenaga kerja sebanyak 768 orang yang separuhnya berasal dari Cilacap dan 1.109 tenaga kerja harian yang seluruhnya berasal dari Cilacap.
Satu hal yang dilematis bagi Cilacap karena meski dapat memberikan pemasukan bagi daerah, tetapi di sisi lain mengancam keselamatan Nusakambangan
• Kerusakan Hutan
Kerusakan hutan di Pulau Nusakambangan berawal dengan dibukanya areal perkebunan karet dan kelapa oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan Departemen Kehakiman sebagai bentuk pembinaan narapidana. Hal ini mengakibatkan masuknya penduduk pendatang dari luar Pulau yang merambah areal hutan sebagai lahan pertanian.
Rusaknya hutan semakin bertambah dengan berkembangnya usaha perikanan tangkap di Kabupaten Cilacap, yaitu dengan meningkatnya pengambilan kayu dari Pulau Nusakambangan sebagai bahan pembuatan dan perbaikan kapal.
Selain itu, pembukaan areal hutan untuk kegiatan perkebunan pisang cavendish oleh PT. Muliabana Donan Mas seluas kurang lebih 200 ha juga ikut andil dalam memperparah kerusakan. Perkebunan ini mengalami kegagalan dan berdampak luas terhadap kerusakan hutan untuk lahan pertanian yang diakibatkan karena para pekerja PT. Muliabana Donan Mas tidak bersedia meninggalkan Pulau Nusakambangan dan menjadi penduduk liar dengan membuka lahan pertanian. Di samping itu, usaha tambak udang yang berakhir dengan kegagalan dan menterlantarkan pekerja yang didatangkan, merupakan awal dari praktek perladangan liar dan pencurian kayu secara tak terkendali di pulau tersebut.
Era reformasi yang diterjemahkan secara keliru oleh sebagian kecil masyarakat diduga ikut mendorong berlangsungnya penebangan pohon di kawasan lindung secara terang-terangan. Pengambilan rotan dan hasil hutan lainnya, termasuk perburuan satwa semakin marak. Pada kenyataannya kini Pulau Nusakambangan sudah bukan merupakan pulau tertutup di bawah pengawasan ketat petugas Lembaga Pemasyarakatan (LP). Kebutuhan dan tuntutan masyarakat sekitar untuk memanfaatkan sumberdaya alam Pulau Nusakambangan terus meningkat. Ini tercermin dari terus menurunnya keutuhan kawasan hutan alam Nusakambangan.
Berbagai kegiatan pertanian meliputi pembukaan lahan persawahan, perkebunan jeruk dan perladangan tumpangsari yang dilegalkan oleh pihak terkait, kembali merebak. Kegiatan penyadapan getah karet dan pembuatan gula kelapa juga memperlihatkan peningkatan. Jumlah kunjungan wisatawanpun terus meningkat dari waktu ke waktu. Bahkan di saat liburan panjang, pulau kecil ini dipadati pengunjung dari berbagai tempat di Jawa, terutama Cilacap dan sekitarnya. Penurunan kualitas lingkungan alam berakibat langsung sebagai ancaman bagi keanekaragaman hayati baik tumbuhan maupun hewan.
Situasi ini diperparah dengan datangnya krisis ekonomi yang mengakibatkan banyaknya pencurian kayu-kayu hutan dan pembukaan lahan untuk pertanian dari penduduk pendatang. Sampai dengan saat ini diperkirakan kerusakan hutan Pulau Nusakambangan mencapai 1.000 ha yang meliputi lokasi kawasan LP Batu, LP Besi, LP Kembangkuning, eks LP Karangtengah, eks. LP Karanganyar dan kawasan bagian barat Pulau Nusakambangan.
(Bersambung)
Salam Lestari!
SAVE OUR NUSAKAMBANGAN ISLAND
Bahan Bacaan:
- Dokumen Status Lingkungan Hidup Kabupaten Cilacap Tahun 2007.
- Partomiharjo, Tukirin & Ubaidillah, Rosichon, 2004. Daftar Jenis Flora dan Fauna Pulau Nusakambangan, Cilacap Jawa Tengah.
Share
Friday, January 15, 2010 at 3:47pm
“Nusa Kambangan adalah pulau karang yang dengan ekosistem yang sangat rentan dan sensitif terhadap segala bentuk gangguan. Bila fungsi ekosistem pulau karang hancur, hanya tinggal menunggu suatu saat pulau itupun akan runtuh pula. Dan Cilacap pun harus menanggung akibatnya”.
Pulau Nusakambangan terletak di sebelah selatan Pulau Jawa dengan luas 210 km2 atau 17.000 Ha, termasuk dalam wilayah administratif kelurahan Tambakreja kecamatan Cilacap selatan. Topografi pada umumnya berbukit-bukit dan bergelombang, serta sedikit daerah datar pada pantai bagian utara dan ujung barat. Puncak-puncak yang cukup tinggi berkisar 150-200m dpl dengan puncak tertinggi mencapai 190m terdapat di bagian timur pulau. Kawasan punggung-punggung bukit yang membujur sepanjang bagian utara pulau terdiri atas rangkaian bukit batu kapur, sementara sepanjang bagian selatannya terdiri atas batuan vulkanik tua.
Satuan geologinya terdiri atas batu kapur dengan gua-gua aktif dan batuan vulkanik tua. Nusakambangan merupakan ujung dari rangkaian pegunungan Jawa Barat bagian selatan. Bersama dengan Lembah Citanduy dan Segara Anakan, pantai selatan Jawa Tengah bagian barat ini termasuk dalam mintakat lempeng Bandung. Karenanya banyak dijumpai jenis tumbuhan yang memiliki kemiripan dengan di daerah Jawa Barat.
Salah satu fungsi penting alami Pulau Nusakambangan adalah sebagai penyangga kota Cilacap terhadap gelombang Samudra Hindia dan sekaligus sebagai pelindung terpaan angin topan.
Keberadaannya yang dipisahkan oleh laguna Segara Anakan juga menjadikan Cilacap memiliki pelabuhan alam yang terlindung. Pelabuhan alam ini sangat strategis dan mendukung perkembangan industri yang ada.
Bentuk pengelolaan Pulau Nusakambangan terdiri dari kawasan cagar alam, hutan lindung, kawasan pertambangan, lahan pertanian dan kompleks lembaga pemasyarakatan.
Kondisi Awal dan Potensi Pulau Nusakambangan
a. Kekayaan Flora
Keanekaragaman tipe ekosistem Pulau Nusakambangan cukup kompleks dengan tutupan vegetasi di sebagian tempat masih berupa hutan alam dalam keadaan cukup baik. Sedikitnya ditemukan 8 tipe vegetasi yang berkembang di daratan Pulau Nusakambangan yaitu hutan mangrove, formasi pes-caprae, formasi baringtonia, hutan pantai terjal, hutan pamah (hutan hujan tropis), hutan perbukitan batu kapur, hutan sekunder dan padang alang-alang. Pada lokasi tertentu terdapat kebun aktif dikelola oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan (LP) yang menetap, berupa kebun karet, kelapa, jeruk dan pisang yang umumnya dikembangkan dekat lingkungan perumahan LP.
Di samping itu keanekaragaman floranya pun cukup tinggi. Sedikitnya terdapat 767 jenis tumbuhan berbunga dan beberapa jenis tumbuhan paku. Beberapa jenis di antaranya tercatat sebagai jenis endemik, langka dan catatan baru bagi flora Jawa. Jenis tumbuhan langka dan unik yang dapat dijumpai antara lain Amorphophalus decus-silvae, Lithocarpus platycarpus, Rafflesia patma, Shorea javanica dan Dipterocarpus littoralis. Masih banyak jenis yang kini diduga keberadaaannya hanya tinggal di Pulau Nusakambangan, mengingat hutan alam di Jawa hampir sudah tidak ada lagi. Terdapat sedikitnya 32 jenis tumbuhan berbunga sebagai catatan baru bagi flora Jawa, karena jenis tersebut belum terdaftar dalam buku Flora of Java volume I, II & III.
Dalam kurun waktu tahun 2004, peneliti Herbarium Bogoriense dari Pusat Penelitian Biologi - LIPI telah berhasil mencatat 18 jenis tumbuhan yang dianggap catatan baru untuk Pulau Jawa, khususnya di Pulau Nusakambangan tercatat 34 jenis yang selama ini belum pernah dikumpulkan secara ilmiah dan belum diketahui keberadaannya di Pulau Jawa. Penemuan jenis baru tersebut merupakan kontribusi penting bagi khasanah ilmu pengetahuan dan kontribusi nyata peneliti Indonesia.
b. Kekayaan Fauna
Pulau Nusakambangan merupakan kawasan yang menarik dari segi keunikan dan keanekaragaman jenis. Kekayaan dan kekhasan faunanya sepertinya berhubungan erat dengan keanekaragaman tipe ekosistem. Dari hasil survey yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor, sedikitnya telah berhasil dicatat 107 jenis kupu-kupu yang mewakili 28% kupu-kupu Jawa dengan dominasi jenis kupu-kupu yang banyak ditemukan di Jawa Barat. Keberadaan jenis kupu-kupu ini sangat berkaitan dengan jenis flora yang umumnya tersebar sampai Pangandaran dan Ujungkulon. Demikian halnya dengan kelompok lain seperti sedikitnya ada 70 jenis burung, 26 jenis ikan dan 8 jenis reptil. Dari 26 jenis ikan Pulau Nusakambangan, tercatat satu jenis wader (Puntius binotatus) yang potensial sebagai ikan hias dan atau konsumsi.
Berdasarkan data dari Nature Conservation in Indonesia yang disponsori oleh Gibbon Foundation tahun 1999, di Pulau Nusakambangan dan kawasan Segara Anakan terdapat 8 jenis mamalia, 115 jenis aves (burung), 2 jenis reptil dan 17 genera pisces (ikan). Jenis-jenis mamalia yang masuk kategori dilindungi adalah :
• Kera ekor panjang (Macaca fascicularis)
• Lutung Jawa (Trachypithecus auratus)
• Berang-berang bulu licin (Lutrogale perspicillata)
• Berang-berang cakar kecil (Aonyx cinerea)
• Dugong (Dugong dugong)
• Lumba-lumba trawadi (Orcaella brevirostris)
Di antara 115 jenis burung yang termasuk dilindungi adalah :
• Bultok Jawa (Megalaima javensis)
• Kangkareng (Anthracoceros albirostris)
• Julang (Aceros undulatus)
• Bubut hitam (Centropus nigorufus)
• Elang brontok (Spizaetus cirrhatus)
• Elang laut perut putih (Heliaetus leucogaster)
• Elang ular (Spilornis cheela)
• Alap-alap sapi (Falco moluccensis)
• Alap-alap sawah (Falco peregrinus)
• Pecuk ular (Anhinga melanogastre)
• Bluwok (Mycteria cinerea)
• Bangau tongtong (Leptoptilos javanicus)
Jenis reptil yang ditemukan dan dilindungi adalah biawak (Varanus salvator). Sedangkan penyu jenis langka yang dilindungi Undang-Undang dan bahkan masuk kategori appendix I dalam CITES (yaitu satwa yang haram diperdagangkan karena sudah di ambang kepunahan/endangered) yaitu penyu hijau (Chelonia mydas) ditemukan dan sering bertelur di pantai Pulau Nusakambangan.
Dari segi keanekaragaman hayati, peran Pulau Nusakambangan bagi daerah sekitarnya menjadi semakin penting, selain sebagai habitat berbagai kelompok fauna, sisa kawasan hutan pamah (hutan hujan tropis dataran rendah) Jawa Tengah ini juga berfungsi sebagai sumber plasma nutfah bagi daerah sekitar Cilacap. Hilangnya habitat alami berupa tutupan hutan alam di Jawa diduga telah memaksa berbagai kelompok fauna terutama burung dan serangga untuk mencari tempat hidup baru, di antaranya ke Pulau Nusakambangan.
c. Potensi Bahan Galian Golongan C
Struktur batuan Pulau Nusakambangan terdiri dari satuan batuan gamping dan breksi. Batu gamping merupakan bahan baku pembuatan semen atau material industri kimia dan pupuk.
d. Ekowisata
Pulau Nusakambangan dipisahkan dari Pulau Jawa oleh Segara Anakan yang mengalami pendangkalan akibat endapan lumpur sungai Citanduy. Proses pendangkalan ini dapat dilihat dari terbentuknya tanah timbul di bagian Utara Nusakambangan. Fenomena alam ini merupakan kondisi yang menarik sebagai obyek ekowisata. Sejumlah ekowisata yang terdapat di Pulau Nusakambangan adalah Pantai Permisan, Pasir Putih, Karangbolong, Cagar Alam Nusakambangan, gua alam (Gua Ratu, Gua Lawa, Gua Pasir, Gua Pantai Panjang, Gua Ketapang, Gua Masigit Selo).
e. Wisata Sejarah
Pulau Nusakambangan juga berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai salah satu obyek wisata sejarah, yaitu adanya peninggalan Lembaga Pemasyarakatan baik yang saat ini masih digunakan maupun Lembaga Pemasyarakatan yang sudah tidak digunakan lagi. Obyek ini dapat dijadikan satu rangkaian wisata dengan obyek wisata Benteng Pendem dan Benteng Karangbolong.
f. Potensi Air Bersih
Bagi masyarakat Kecamatan Kampung Laut di kawasan Segara Anakan, Pulau Nusakambangan berfungsi memenuhi kebutuhan air minum dan air bersih. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di Kampung Laut mengandalkan kebutuhan air bersih dari sumber mata air di Pulau Nusakambangan.
Kompleksitas Permasalahan: Tantangan dan Ancaman
Masalah yang dihadapi Nusakambangan tak hanya besar, membutuhkan pembicaraan di tingkat eksekutif & legislatif, tetapi juga kompleks serta saling berkaitan. Segala hiruk pikuk permasalahan itu menjadi ancaman bagi Nusakambangan sendiri dan segenap penduduk Cilacap mengingat perannya sebagai Great Barrier Reef bagi kota Cilacap, dan tantangan bagi semua pihak yang berkepentingan atas Nusakambangan untuk melakukan tindakan penyelamatan dari sekarang atau Cilacap akan terhapus dari peta dunia!
• Kegiatan Penambangan Batu Gamping
Dengan Kepres Nomor 38 Tahun 1974, Nusakambangan dinyatakan terbuka untuk usaha penambangan batu kapur sebagai bahan baku industri semen PT. Semen Cibinong Tbk (sekarang PT. Holcim Indonesia Tbk). Holcim mengantongi Surat Ijin Pertambangan Daerah (SIPD) berjangka waktu 23 tahun berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor : 540/32/2000 tanggal 18 September 2000.
Perusahaan tersebut menambang batu kapur sebagai bahan semen (klinker) yang berada di hutan Nusakambangan dengan cara peledakan. Pada lahan seluas 1.000 ha dan kapasitas bahan galian 4,1 juta ton per tahun, dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap keberadaan sumber mata air yang berada di gua-gua dan hilangnya sebagian hutan tropika basah dataran rendah. Sampai Januari 2009, luas lahan penambangan yang sudah dibuka mencapai 98,4 ha, dengan tambang aktif seluas 58,88 ha. Reklamasi lahan pasca penambangan pada lahan tambang yang sudah tidak aktif seluas 17,76 ha.
Penambangan batu gamping memberi dampak negatif terhadap penurunan kualitas lingkungan di Pulau Nusakambangan dan dampak positif berupa penyerapan tenaga kerja sebanyak 768 orang yang separuhnya berasal dari Cilacap dan 1.109 tenaga kerja harian yang seluruhnya berasal dari Cilacap.
Satu hal yang dilematis bagi Cilacap karena meski dapat memberikan pemasukan bagi daerah, tetapi di sisi lain mengancam keselamatan Nusakambangan
• Kerusakan Hutan
Kerusakan hutan di Pulau Nusakambangan berawal dengan dibukanya areal perkebunan karet dan kelapa oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan Departemen Kehakiman sebagai bentuk pembinaan narapidana. Hal ini mengakibatkan masuknya penduduk pendatang dari luar Pulau yang merambah areal hutan sebagai lahan pertanian.
Rusaknya hutan semakin bertambah dengan berkembangnya usaha perikanan tangkap di Kabupaten Cilacap, yaitu dengan meningkatnya pengambilan kayu dari Pulau Nusakambangan sebagai bahan pembuatan dan perbaikan kapal.
Selain itu, pembukaan areal hutan untuk kegiatan perkebunan pisang cavendish oleh PT. Muliabana Donan Mas seluas kurang lebih 200 ha juga ikut andil dalam memperparah kerusakan. Perkebunan ini mengalami kegagalan dan berdampak luas terhadap kerusakan hutan untuk lahan pertanian yang diakibatkan karena para pekerja PT. Muliabana Donan Mas tidak bersedia meninggalkan Pulau Nusakambangan dan menjadi penduduk liar dengan membuka lahan pertanian. Di samping itu, usaha tambak udang yang berakhir dengan kegagalan dan menterlantarkan pekerja yang didatangkan, merupakan awal dari praktek perladangan liar dan pencurian kayu secara tak terkendali di pulau tersebut.
Era reformasi yang diterjemahkan secara keliru oleh sebagian kecil masyarakat diduga ikut mendorong berlangsungnya penebangan pohon di kawasan lindung secara terang-terangan. Pengambilan rotan dan hasil hutan lainnya, termasuk perburuan satwa semakin marak. Pada kenyataannya kini Pulau Nusakambangan sudah bukan merupakan pulau tertutup di bawah pengawasan ketat petugas Lembaga Pemasyarakatan (LP). Kebutuhan dan tuntutan masyarakat sekitar untuk memanfaatkan sumberdaya alam Pulau Nusakambangan terus meningkat. Ini tercermin dari terus menurunnya keutuhan kawasan hutan alam Nusakambangan.
Berbagai kegiatan pertanian meliputi pembukaan lahan persawahan, perkebunan jeruk dan perladangan tumpangsari yang dilegalkan oleh pihak terkait, kembali merebak. Kegiatan penyadapan getah karet dan pembuatan gula kelapa juga memperlihatkan peningkatan. Jumlah kunjungan wisatawanpun terus meningkat dari waktu ke waktu. Bahkan di saat liburan panjang, pulau kecil ini dipadati pengunjung dari berbagai tempat di Jawa, terutama Cilacap dan sekitarnya. Penurunan kualitas lingkungan alam berakibat langsung sebagai ancaman bagi keanekaragaman hayati baik tumbuhan maupun hewan.
Situasi ini diperparah dengan datangnya krisis ekonomi yang mengakibatkan banyaknya pencurian kayu-kayu hutan dan pembukaan lahan untuk pertanian dari penduduk pendatang. Sampai dengan saat ini diperkirakan kerusakan hutan Pulau Nusakambangan mencapai 1.000 ha yang meliputi lokasi kawasan LP Batu, LP Besi, LP Kembangkuning, eks LP Karangtengah, eks. LP Karanganyar dan kawasan bagian barat Pulau Nusakambangan.
(Bersambung)
Salam Lestari!
SAVE OUR NUSAKAMBANGAN ISLAND
Bahan Bacaan:
- Dokumen Status Lingkungan Hidup Kabupaten Cilacap Tahun 2007.
- Partomiharjo, Tukirin & Ubaidillah, Rosichon, 2004. Daftar Jenis Flora dan Fauna Pulau Nusakambangan, Cilacap Jawa Tengah.
Save Our Nusakambangan Island (Part 2)
NUSAKAMBANGAN: HARAPAN KEBERLANJUTAN MASA DEPAN (Bag. 2)
Mon at 4:31pm
Jalan tengah pelaksanaan kegiatan ekonomi dengan nilai konservasi di Nusakambangan memang belum ada titik temunya. Kendati pun kemauan baik semua pihak sudah ada, sayangnya tidak dibarengi dengan kemauan politik yang serius
Kompleksitas Permasalahan: Tantangan dan Ancaman
• Status Kelola
Dengan berlakunya Undang Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Kabupaten Cilacap berupaya untuk aktif dalam pengelolaan Pulau Nusakambangan dan juga pengelolaan tanah timbul akibat pengendapan / sedimentasi lumpur di kawasan Segara Anakan. Namun hal tersebut masih terbentur dengan kewenangan pengelolaan Nusakambangan yang berada di bawah Departemen Hukum dan Perundang-undangan RI.
Dalam pelaksanaan pengelolaan, beberapa instansi yang terlibat adalah pemda, Departemen Kehutanan, dan Departemen Kehakiman. Adanya tumpangtindih kewenangan antar instansi dengan berbagai kepentingannya masing-masing menimbulkan konflik, seperti konflik batas kawasan konservasi, konflik kontrol terhadap kawasan, konflik kepentingan dan wewenang kawasan antara Departemen Kehakiman, pengelola LP dan Departemen Kehutanan subseksi KSDA.
Pendekatan koordinatif dalam rangka pengelolaan terpadu telah sering dilakukan oleh stake holder Nusakambangan, namun upaya itu hanya sampai di meja pertemuan tanpa ada tindak lanjutnya. Demikian pula dengan seminar & lokakarya yang pernah difasilitasi mapala Silvagama UGM untuk mencari solusi bersama model baru pengelolaan Nusakambangan, belum juga membuahkan hasil. Alasan masuk akalnya adalah Dephukham khawatir kehilangan wilayah kewenangannya yang bisa diartikan sebagai hilangnya sumber pemasukan bagi pengelolaan lapas, sementara bagi Pemkab sendiri menimbang-nimbang bisakah menikmati manfaat secara ekonomis jika harus memberikan investasi selama wewenang kelola secara yuridis masih ditangan Dephukham.
Otonomi daerah di satu sisi memacu daerah utuk meningkatkan pendapatan bagi daerah dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada, namun di sisi lain sumber daya alam harus dilestarikan dengan mempertimbangkan berbagai fungsinya.
Jalan tengah pelaksanaan kegiatan ekonomi dengan nilai konservasi di Nusakambangan memang belum ada titik temunya. Kendati pun kemauan baik semua pihak sudah ada sayangnya tidak dibarengi dengan kemauan politik yang serius.
Upaya Pemecahan Masalah
Pemkab Cilacap telah berupaya mencari jalan keluar bagi penyelesaian masalah yang ada seperti berikut ini:
Untuk masalah penambangan batu gamping dilakukan minimalisasi dampak penambangan batu gamping dengan penyusunan dokumen AMDAL Terpadu Pembangunan dan Peningkatan Kapasitas Produksi pada tahun 1997, sebagai acuan dalam pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan termasuk penambangan batu gamping di pulau Nusakambangan.
Meminta kepada pihak Holcim untuk mereklamasi lahan pasca penambangan dengan tanaman asli Pulau Nusakambangan terdiri dari plahlar, sempu, pulai, kraminan, kedawung, sinduk, kedoya, gondang dan lain-lain sesuai dengan arahan dokumen RKL-RPL. Kegiatan reklamasi dengan cara revegetasi lahan pasca tambang baru dilaksanakan seluas 17,76 ha, dikarena lahan tambang yang ada masih belum selesai ditambang dan masih diperlukan sebagai lokasi perkantoran dan tempat manuver alat-alat berat.
Dalam hal kerusakan dan perambahan hutan, pemkab Cilacap telah
Membentuk Tim Penanganan Penduduk Pendatang Liar di Pulau Nusakambangan dari unsur dinas/instansi terkait dan aparat pengamanan terkait.
Melakukan upaya preventif dan represif terhadap penduduk pendatang liar untuk keluar dari Pulau Nusakambangan dan menghilangkan gubug-gubug tempat hunian penduduk pendatang liar sebanyak 725 buah.
Melakukan kegiatan operasi pengamanan di kawasan hutan Pulau Nusakambangan.
Penghijauan hutan dengan volume 30 Ha dan penanaman bibit tanaman kayu asli Pulau Nusakambangan sebanyak 5.000 batang.
Upaya penghijauan juga didukung oleh Proyek Konservasi dan Pembangunan Segara Anakan berupa kegiatan penghijauan pada Daerah Tangkapan Air seluas 24 Ha yang bertujuan mempertahankan sumber mata air bagi penduduk di kawasan Segara Anakan.
Meskipun tak kurang upaya dilakukan, namun sepertinya belum bisa memperbaiki keadaan. Kondisi penurunan kualitas lingkungan masih terus berlangsung.
Hutan yang berfungsi sebagai paru-paru dan penyimpan energi, rusak. Dari 16.000 luas hutan di Nusakambangan, diperkirakan 5.000 hektare rusak parah. Diantaranya karena penambangan batu kapur dan praktek illegal logging yang dilakukan oleh masyarakat luar Cilacap. Hal ini menyebabkan sejumlah pohon langka seperti Plalar yang dan kayu hutan tropis lainnya merupakan khas Nusakambangan menghilang.
Menurut laporan Antara, pembalakan liar sulit diatasi karena adanya penguasaan wilayah beberapa lembaga antara lain BKSDA Provinsi Jawa Tengah, Departemen Hukum dan HAM (Depkumham), dan PT Semen Holcim Tbk.
Sebuah sumber mengatakan bahwa praktek revegetasi untuk daerah yang terdegradasi akibat ekplorasi hanya dilakukan pada petak percobaan yang mana kuantitasnya sedikit, serta jenisnya pun umum dan tidak penting untuk bisa mengembalikan fungsi ekosistem seperti Ketapang, Keben dan Pulai.
Bahkan, hutan Nusakambangan yang dijadikan cagar alam seluas 928 hektare, 50 persennya juga mengalami kerusakan. Di kawasan cagar alam Nusakambangan Timur, pohon yang berdiameter sekitar 1 meter di atas lahan sel seluas 277 hektare sudah tak ada.
Tidak mustahil, hutan Nusakambangan akan menjadi gundul dalam satu dasawarsa ke depan jika tidak segera ditangani dan sementara upaya konservasi yang ada tidak seimbang dengan kerusakan yang terjadi.
Menurut seorang ekolog LIPI, Prof Tukirin, Nusa Kambangan adalah pulau karang yang dengan ekosistem yang sangat rentan dan sensitif terhadap segala bentuk gangguan. Bila fungsi ekosistem pulau karang hancur, hanya tinggal menunggu suatu saat pulau itupun akan runtuh pula. Dan Cilacap pun harus menanggung akibatnya.
Jika hal itu yang terjadi maka, pesisir Jawa bagian selatan bakal lenyap dari pemetaan. Habis sudah harapan keberlanjutan hidup kota Cilacap dan seisinya. Nusakambangan dan Cilacap mungkin hanya tinggal cerita abadi, sebagai pulau dan kota tenggelam….
Nusakambangan adalah relict (sisa-sisa) hutan hujan tropis dataran rendah yang terakhir di Pulau Jawa yang masih ada. Selagi masih ada waktu, masih ada yang bisa diselamatkan dan direhabilitasi, penting dan mendesak dihimbau dan ditekankan kepada semua pihak baik stoke holder maupun stake holder untuk serius melakukan pengelolaan Nusakambangan secara kolaboratif dan koordinatif untuk menghindari kepunahan keanekaragaman hayati, kerusakan lebih lanjut dan untuk mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat Nusakambangan dan Cilacap pada khususnya di masa depan.
Salam Lestari
SAVE OUR NUSAKAMBANGAN ISLAND
Bahan Bacaan:
• Dokumen Status Lingkungan Hidup Kabupaten Cilacap Tahun 2007.
• Partomiharjo, Tukirin & Ubaidillah, Rosichon, 2004. Daftar Jenis Flora dan Fauna Pulau Nusakambangan, Cilacap Jawa Tengah.
• Kompas, 21 Oktober 2008
• Kompas, 28 April 2000
• Semiloka Pengelolaan & Pemanfaatan Pulau Nusakambangan Sebagai Sisa-sia Hutan Hujan Dataran Rendah Berupa Ekosistem Kepulauana di Era Otonomi, Mapala Silvagama
Mon at 4:31pm
Jalan tengah pelaksanaan kegiatan ekonomi dengan nilai konservasi di Nusakambangan memang belum ada titik temunya. Kendati pun kemauan baik semua pihak sudah ada, sayangnya tidak dibarengi dengan kemauan politik yang serius
Kompleksitas Permasalahan: Tantangan dan Ancaman
• Status Kelola
Dengan berlakunya Undang Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Kabupaten Cilacap berupaya untuk aktif dalam pengelolaan Pulau Nusakambangan dan juga pengelolaan tanah timbul akibat pengendapan / sedimentasi lumpur di kawasan Segara Anakan. Namun hal tersebut masih terbentur dengan kewenangan pengelolaan Nusakambangan yang berada di bawah Departemen Hukum dan Perundang-undangan RI.
Dalam pelaksanaan pengelolaan, beberapa instansi yang terlibat adalah pemda, Departemen Kehutanan, dan Departemen Kehakiman. Adanya tumpangtindih kewenangan antar instansi dengan berbagai kepentingannya masing-masing menimbulkan konflik, seperti konflik batas kawasan konservasi, konflik kontrol terhadap kawasan, konflik kepentingan dan wewenang kawasan antara Departemen Kehakiman, pengelola LP dan Departemen Kehutanan subseksi KSDA.
Pendekatan koordinatif dalam rangka pengelolaan terpadu telah sering dilakukan oleh stake holder Nusakambangan, namun upaya itu hanya sampai di meja pertemuan tanpa ada tindak lanjutnya. Demikian pula dengan seminar & lokakarya yang pernah difasilitasi mapala Silvagama UGM untuk mencari solusi bersama model baru pengelolaan Nusakambangan, belum juga membuahkan hasil. Alasan masuk akalnya adalah Dephukham khawatir kehilangan wilayah kewenangannya yang bisa diartikan sebagai hilangnya sumber pemasukan bagi pengelolaan lapas, sementara bagi Pemkab sendiri menimbang-nimbang bisakah menikmati manfaat secara ekonomis jika harus memberikan investasi selama wewenang kelola secara yuridis masih ditangan Dephukham.
Otonomi daerah di satu sisi memacu daerah utuk meningkatkan pendapatan bagi daerah dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada, namun di sisi lain sumber daya alam harus dilestarikan dengan mempertimbangkan berbagai fungsinya.
Jalan tengah pelaksanaan kegiatan ekonomi dengan nilai konservasi di Nusakambangan memang belum ada titik temunya. Kendati pun kemauan baik semua pihak sudah ada sayangnya tidak dibarengi dengan kemauan politik yang serius.
Upaya Pemecahan Masalah
Pemkab Cilacap telah berupaya mencari jalan keluar bagi penyelesaian masalah yang ada seperti berikut ini:
Untuk masalah penambangan batu gamping dilakukan minimalisasi dampak penambangan batu gamping dengan penyusunan dokumen AMDAL Terpadu Pembangunan dan Peningkatan Kapasitas Produksi pada tahun 1997, sebagai acuan dalam pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan termasuk penambangan batu gamping di pulau Nusakambangan.
Meminta kepada pihak Holcim untuk mereklamasi lahan pasca penambangan dengan tanaman asli Pulau Nusakambangan terdiri dari plahlar, sempu, pulai, kraminan, kedawung, sinduk, kedoya, gondang dan lain-lain sesuai dengan arahan dokumen RKL-RPL. Kegiatan reklamasi dengan cara revegetasi lahan pasca tambang baru dilaksanakan seluas 17,76 ha, dikarena lahan tambang yang ada masih belum selesai ditambang dan masih diperlukan sebagai lokasi perkantoran dan tempat manuver alat-alat berat.
Dalam hal kerusakan dan perambahan hutan, pemkab Cilacap telah
Membentuk Tim Penanganan Penduduk Pendatang Liar di Pulau Nusakambangan dari unsur dinas/instansi terkait dan aparat pengamanan terkait.
Melakukan upaya preventif dan represif terhadap penduduk pendatang liar untuk keluar dari Pulau Nusakambangan dan menghilangkan gubug-gubug tempat hunian penduduk pendatang liar sebanyak 725 buah.
Melakukan kegiatan operasi pengamanan di kawasan hutan Pulau Nusakambangan.
Penghijauan hutan dengan volume 30 Ha dan penanaman bibit tanaman kayu asli Pulau Nusakambangan sebanyak 5.000 batang.
Upaya penghijauan juga didukung oleh Proyek Konservasi dan Pembangunan Segara Anakan berupa kegiatan penghijauan pada Daerah Tangkapan Air seluas 24 Ha yang bertujuan mempertahankan sumber mata air bagi penduduk di kawasan Segara Anakan.
Meskipun tak kurang upaya dilakukan, namun sepertinya belum bisa memperbaiki keadaan. Kondisi penurunan kualitas lingkungan masih terus berlangsung.
Hutan yang berfungsi sebagai paru-paru dan penyimpan energi, rusak. Dari 16.000 luas hutan di Nusakambangan, diperkirakan 5.000 hektare rusak parah. Diantaranya karena penambangan batu kapur dan praktek illegal logging yang dilakukan oleh masyarakat luar Cilacap. Hal ini menyebabkan sejumlah pohon langka seperti Plalar yang dan kayu hutan tropis lainnya merupakan khas Nusakambangan menghilang.
Menurut laporan Antara, pembalakan liar sulit diatasi karena adanya penguasaan wilayah beberapa lembaga antara lain BKSDA Provinsi Jawa Tengah, Departemen Hukum dan HAM (Depkumham), dan PT Semen Holcim Tbk.
Sebuah sumber mengatakan bahwa praktek revegetasi untuk daerah yang terdegradasi akibat ekplorasi hanya dilakukan pada petak percobaan yang mana kuantitasnya sedikit, serta jenisnya pun umum dan tidak penting untuk bisa mengembalikan fungsi ekosistem seperti Ketapang, Keben dan Pulai.
Bahkan, hutan Nusakambangan yang dijadikan cagar alam seluas 928 hektare, 50 persennya juga mengalami kerusakan. Di kawasan cagar alam Nusakambangan Timur, pohon yang berdiameter sekitar 1 meter di atas lahan sel seluas 277 hektare sudah tak ada.
Tidak mustahil, hutan Nusakambangan akan menjadi gundul dalam satu dasawarsa ke depan jika tidak segera ditangani dan sementara upaya konservasi yang ada tidak seimbang dengan kerusakan yang terjadi.
Menurut seorang ekolog LIPI, Prof Tukirin, Nusa Kambangan adalah pulau karang yang dengan ekosistem yang sangat rentan dan sensitif terhadap segala bentuk gangguan. Bila fungsi ekosistem pulau karang hancur, hanya tinggal menunggu suatu saat pulau itupun akan runtuh pula. Dan Cilacap pun harus menanggung akibatnya.
Jika hal itu yang terjadi maka, pesisir Jawa bagian selatan bakal lenyap dari pemetaan. Habis sudah harapan keberlanjutan hidup kota Cilacap dan seisinya. Nusakambangan dan Cilacap mungkin hanya tinggal cerita abadi, sebagai pulau dan kota tenggelam….
Nusakambangan adalah relict (sisa-sisa) hutan hujan tropis dataran rendah yang terakhir di Pulau Jawa yang masih ada. Selagi masih ada waktu, masih ada yang bisa diselamatkan dan direhabilitasi, penting dan mendesak dihimbau dan ditekankan kepada semua pihak baik stoke holder maupun stake holder untuk serius melakukan pengelolaan Nusakambangan secara kolaboratif dan koordinatif untuk menghindari kepunahan keanekaragaman hayati, kerusakan lebih lanjut dan untuk mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat Nusakambangan dan Cilacap pada khususnya di masa depan.
Salam Lestari
SAVE OUR NUSAKAMBANGAN ISLAND
Bahan Bacaan:
• Dokumen Status Lingkungan Hidup Kabupaten Cilacap Tahun 2007.
• Partomiharjo, Tukirin & Ubaidillah, Rosichon, 2004. Daftar Jenis Flora dan Fauna Pulau Nusakambangan, Cilacap Jawa Tengah.
• Kompas, 21 Oktober 2008
• Kompas, 28 April 2000
• Semiloka Pengelolaan & Pemanfaatan Pulau Nusakambangan Sebagai Sisa-sia Hutan Hujan Dataran Rendah Berupa Ekosistem Kepulauana di Era Otonomi, Mapala Silvagama
Subscribe to:
Posts (Atom)