NUSAKAMBANGAN: HARAPAN KEBERLANJUTAN MASA DEPAN (Bagian 1)
Share
Friday, January 15, 2010 at 3:47pm
“Nusa Kambangan adalah pulau karang yang dengan ekosistem yang sangat rentan dan sensitif terhadap segala bentuk gangguan. Bila fungsi ekosistem pulau karang hancur, hanya tinggal menunggu suatu saat pulau itupun akan runtuh pula. Dan Cilacap pun harus menanggung akibatnya”.
Pulau Nusakambangan terletak di sebelah selatan Pulau Jawa dengan luas 210 km2 atau 17.000 Ha, termasuk dalam wilayah administratif kelurahan Tambakreja kecamatan Cilacap selatan. Topografi pada umumnya berbukit-bukit dan bergelombang, serta sedikit daerah datar pada pantai bagian utara dan ujung barat. Puncak-puncak yang cukup tinggi berkisar 150-200m dpl dengan puncak tertinggi mencapai 190m terdapat di bagian timur pulau. Kawasan punggung-punggung bukit yang membujur sepanjang bagian utara pulau terdiri atas rangkaian bukit batu kapur, sementara sepanjang bagian selatannya terdiri atas batuan vulkanik tua.
Satuan geologinya terdiri atas batu kapur dengan gua-gua aktif dan batuan vulkanik tua. Nusakambangan merupakan ujung dari rangkaian pegunungan Jawa Barat bagian selatan. Bersama dengan Lembah Citanduy dan Segara Anakan, pantai selatan Jawa Tengah bagian barat ini termasuk dalam mintakat lempeng Bandung. Karenanya banyak dijumpai jenis tumbuhan yang memiliki kemiripan dengan di daerah Jawa Barat.
Salah satu fungsi penting alami Pulau Nusakambangan adalah sebagai penyangga kota Cilacap terhadap gelombang Samudra Hindia dan sekaligus sebagai pelindung terpaan angin topan.
Keberadaannya yang dipisahkan oleh laguna Segara Anakan juga menjadikan Cilacap memiliki pelabuhan alam yang terlindung. Pelabuhan alam ini sangat strategis dan mendukung perkembangan industri yang ada.
Bentuk pengelolaan Pulau Nusakambangan terdiri dari kawasan cagar alam, hutan lindung, kawasan pertambangan, lahan pertanian dan kompleks lembaga pemasyarakatan.
Kondisi Awal dan Potensi Pulau Nusakambangan
a. Kekayaan Flora
Keanekaragaman tipe ekosistem Pulau Nusakambangan cukup kompleks dengan tutupan vegetasi di sebagian tempat masih berupa hutan alam dalam keadaan cukup baik. Sedikitnya ditemukan 8 tipe vegetasi yang berkembang di daratan Pulau Nusakambangan yaitu hutan mangrove, formasi pes-caprae, formasi baringtonia, hutan pantai terjal, hutan pamah (hutan hujan tropis), hutan perbukitan batu kapur, hutan sekunder dan padang alang-alang. Pada lokasi tertentu terdapat kebun aktif dikelola oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan (LP) yang menetap, berupa kebun karet, kelapa, jeruk dan pisang yang umumnya dikembangkan dekat lingkungan perumahan LP.
Di samping itu keanekaragaman floranya pun cukup tinggi. Sedikitnya terdapat 767 jenis tumbuhan berbunga dan beberapa jenis tumbuhan paku. Beberapa jenis di antaranya tercatat sebagai jenis endemik, langka dan catatan baru bagi flora Jawa. Jenis tumbuhan langka dan unik yang dapat dijumpai antara lain Amorphophalus decus-silvae, Lithocarpus platycarpus, Rafflesia patma, Shorea javanica dan Dipterocarpus littoralis. Masih banyak jenis yang kini diduga keberadaaannya hanya tinggal di Pulau Nusakambangan, mengingat hutan alam di Jawa hampir sudah tidak ada lagi. Terdapat sedikitnya 32 jenis tumbuhan berbunga sebagai catatan baru bagi flora Jawa, karena jenis tersebut belum terdaftar dalam buku Flora of Java volume I, II & III.
Dalam kurun waktu tahun 2004, peneliti Herbarium Bogoriense dari Pusat Penelitian Biologi - LIPI telah berhasil mencatat 18 jenis tumbuhan yang dianggap catatan baru untuk Pulau Jawa, khususnya di Pulau Nusakambangan tercatat 34 jenis yang selama ini belum pernah dikumpulkan secara ilmiah dan belum diketahui keberadaannya di Pulau Jawa. Penemuan jenis baru tersebut merupakan kontribusi penting bagi khasanah ilmu pengetahuan dan kontribusi nyata peneliti Indonesia.
b. Kekayaan Fauna
Pulau Nusakambangan merupakan kawasan yang menarik dari segi keunikan dan keanekaragaman jenis. Kekayaan dan kekhasan faunanya sepertinya berhubungan erat dengan keanekaragaman tipe ekosistem. Dari hasil survey yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor, sedikitnya telah berhasil dicatat 107 jenis kupu-kupu yang mewakili 28% kupu-kupu Jawa dengan dominasi jenis kupu-kupu yang banyak ditemukan di Jawa Barat. Keberadaan jenis kupu-kupu ini sangat berkaitan dengan jenis flora yang umumnya tersebar sampai Pangandaran dan Ujungkulon. Demikian halnya dengan kelompok lain seperti sedikitnya ada 70 jenis burung, 26 jenis ikan dan 8 jenis reptil. Dari 26 jenis ikan Pulau Nusakambangan, tercatat satu jenis wader (Puntius binotatus) yang potensial sebagai ikan hias dan atau konsumsi.
Berdasarkan data dari Nature Conservation in Indonesia yang disponsori oleh Gibbon Foundation tahun 1999, di Pulau Nusakambangan dan kawasan Segara Anakan terdapat 8 jenis mamalia, 115 jenis aves (burung), 2 jenis reptil dan 17 genera pisces (ikan). Jenis-jenis mamalia yang masuk kategori dilindungi adalah :
• Kera ekor panjang (Macaca fascicularis)
• Lutung Jawa (Trachypithecus auratus)
• Berang-berang bulu licin (Lutrogale perspicillata)
• Berang-berang cakar kecil (Aonyx cinerea)
• Dugong (Dugong dugong)
• Lumba-lumba trawadi (Orcaella brevirostris)
Di antara 115 jenis burung yang termasuk dilindungi adalah :
• Bultok Jawa (Megalaima javensis)
• Kangkareng (Anthracoceros albirostris)
• Julang (Aceros undulatus)
• Bubut hitam (Centropus nigorufus)
• Elang brontok (Spizaetus cirrhatus)
• Elang laut perut putih (Heliaetus leucogaster)
• Elang ular (Spilornis cheela)
• Alap-alap sapi (Falco moluccensis)
• Alap-alap sawah (Falco peregrinus)
• Pecuk ular (Anhinga melanogastre)
• Bluwok (Mycteria cinerea)
• Bangau tongtong (Leptoptilos javanicus)
Jenis reptil yang ditemukan dan dilindungi adalah biawak (Varanus salvator). Sedangkan penyu jenis langka yang dilindungi Undang-Undang dan bahkan masuk kategori appendix I dalam CITES (yaitu satwa yang haram diperdagangkan karena sudah di ambang kepunahan/endangered) yaitu penyu hijau (Chelonia mydas) ditemukan dan sering bertelur di pantai Pulau Nusakambangan.
Dari segi keanekaragaman hayati, peran Pulau Nusakambangan bagi daerah sekitarnya menjadi semakin penting, selain sebagai habitat berbagai kelompok fauna, sisa kawasan hutan pamah (hutan hujan tropis dataran rendah) Jawa Tengah ini juga berfungsi sebagai sumber plasma nutfah bagi daerah sekitar Cilacap. Hilangnya habitat alami berupa tutupan hutan alam di Jawa diduga telah memaksa berbagai kelompok fauna terutama burung dan serangga untuk mencari tempat hidup baru, di antaranya ke Pulau Nusakambangan.
c. Potensi Bahan Galian Golongan C
Struktur batuan Pulau Nusakambangan terdiri dari satuan batuan gamping dan breksi. Batu gamping merupakan bahan baku pembuatan semen atau material industri kimia dan pupuk.
d. Ekowisata
Pulau Nusakambangan dipisahkan dari Pulau Jawa oleh Segara Anakan yang mengalami pendangkalan akibat endapan lumpur sungai Citanduy. Proses pendangkalan ini dapat dilihat dari terbentuknya tanah timbul di bagian Utara Nusakambangan. Fenomena alam ini merupakan kondisi yang menarik sebagai obyek ekowisata. Sejumlah ekowisata yang terdapat di Pulau Nusakambangan adalah Pantai Permisan, Pasir Putih, Karangbolong, Cagar Alam Nusakambangan, gua alam (Gua Ratu, Gua Lawa, Gua Pasir, Gua Pantai Panjang, Gua Ketapang, Gua Masigit Selo).
e. Wisata Sejarah
Pulau Nusakambangan juga berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai salah satu obyek wisata sejarah, yaitu adanya peninggalan Lembaga Pemasyarakatan baik yang saat ini masih digunakan maupun Lembaga Pemasyarakatan yang sudah tidak digunakan lagi. Obyek ini dapat dijadikan satu rangkaian wisata dengan obyek wisata Benteng Pendem dan Benteng Karangbolong.
f. Potensi Air Bersih
Bagi masyarakat Kecamatan Kampung Laut di kawasan Segara Anakan, Pulau Nusakambangan berfungsi memenuhi kebutuhan air minum dan air bersih. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di Kampung Laut mengandalkan kebutuhan air bersih dari sumber mata air di Pulau Nusakambangan.
Kompleksitas Permasalahan: Tantangan dan Ancaman
Masalah yang dihadapi Nusakambangan tak hanya besar, membutuhkan pembicaraan di tingkat eksekutif & legislatif, tetapi juga kompleks serta saling berkaitan. Segala hiruk pikuk permasalahan itu menjadi ancaman bagi Nusakambangan sendiri dan segenap penduduk Cilacap mengingat perannya sebagai Great Barrier Reef bagi kota Cilacap, dan tantangan bagi semua pihak yang berkepentingan atas Nusakambangan untuk melakukan tindakan penyelamatan dari sekarang atau Cilacap akan terhapus dari peta dunia!
• Kegiatan Penambangan Batu Gamping
Dengan Kepres Nomor 38 Tahun 1974, Nusakambangan dinyatakan terbuka untuk usaha penambangan batu kapur sebagai bahan baku industri semen PT. Semen Cibinong Tbk (sekarang PT. Holcim Indonesia Tbk). Holcim mengantongi Surat Ijin Pertambangan Daerah (SIPD) berjangka waktu 23 tahun berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor : 540/32/2000 tanggal 18 September 2000.
Perusahaan tersebut menambang batu kapur sebagai bahan semen (klinker) yang berada di hutan Nusakambangan dengan cara peledakan. Pada lahan seluas 1.000 ha dan kapasitas bahan galian 4,1 juta ton per tahun, dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap keberadaan sumber mata air yang berada di gua-gua dan hilangnya sebagian hutan tropika basah dataran rendah. Sampai Januari 2009, luas lahan penambangan yang sudah dibuka mencapai 98,4 ha, dengan tambang aktif seluas 58,88 ha. Reklamasi lahan pasca penambangan pada lahan tambang yang sudah tidak aktif seluas 17,76 ha.
Penambangan batu gamping memberi dampak negatif terhadap penurunan kualitas lingkungan di Pulau Nusakambangan dan dampak positif berupa penyerapan tenaga kerja sebanyak 768 orang yang separuhnya berasal dari Cilacap dan 1.109 tenaga kerja harian yang seluruhnya berasal dari Cilacap.
Satu hal yang dilematis bagi Cilacap karena meski dapat memberikan pemasukan bagi daerah, tetapi di sisi lain mengancam keselamatan Nusakambangan
• Kerusakan Hutan
Kerusakan hutan di Pulau Nusakambangan berawal dengan dibukanya areal perkebunan karet dan kelapa oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan Departemen Kehakiman sebagai bentuk pembinaan narapidana. Hal ini mengakibatkan masuknya penduduk pendatang dari luar Pulau yang merambah areal hutan sebagai lahan pertanian.
Rusaknya hutan semakin bertambah dengan berkembangnya usaha perikanan tangkap di Kabupaten Cilacap, yaitu dengan meningkatnya pengambilan kayu dari Pulau Nusakambangan sebagai bahan pembuatan dan perbaikan kapal.
Selain itu, pembukaan areal hutan untuk kegiatan perkebunan pisang cavendish oleh PT. Muliabana Donan Mas seluas kurang lebih 200 ha juga ikut andil dalam memperparah kerusakan. Perkebunan ini mengalami kegagalan dan berdampak luas terhadap kerusakan hutan untuk lahan pertanian yang diakibatkan karena para pekerja PT. Muliabana Donan Mas tidak bersedia meninggalkan Pulau Nusakambangan dan menjadi penduduk liar dengan membuka lahan pertanian. Di samping itu, usaha tambak udang yang berakhir dengan kegagalan dan menterlantarkan pekerja yang didatangkan, merupakan awal dari praktek perladangan liar dan pencurian kayu secara tak terkendali di pulau tersebut.
Era reformasi yang diterjemahkan secara keliru oleh sebagian kecil masyarakat diduga ikut mendorong berlangsungnya penebangan pohon di kawasan lindung secara terang-terangan. Pengambilan rotan dan hasil hutan lainnya, termasuk perburuan satwa semakin marak. Pada kenyataannya kini Pulau Nusakambangan sudah bukan merupakan pulau tertutup di bawah pengawasan ketat petugas Lembaga Pemasyarakatan (LP). Kebutuhan dan tuntutan masyarakat sekitar untuk memanfaatkan sumberdaya alam Pulau Nusakambangan terus meningkat. Ini tercermin dari terus menurunnya keutuhan kawasan hutan alam Nusakambangan.
Berbagai kegiatan pertanian meliputi pembukaan lahan persawahan, perkebunan jeruk dan perladangan tumpangsari yang dilegalkan oleh pihak terkait, kembali merebak. Kegiatan penyadapan getah karet dan pembuatan gula kelapa juga memperlihatkan peningkatan. Jumlah kunjungan wisatawanpun terus meningkat dari waktu ke waktu. Bahkan di saat liburan panjang, pulau kecil ini dipadati pengunjung dari berbagai tempat di Jawa, terutama Cilacap dan sekitarnya. Penurunan kualitas lingkungan alam berakibat langsung sebagai ancaman bagi keanekaragaman hayati baik tumbuhan maupun hewan.
Situasi ini diperparah dengan datangnya krisis ekonomi yang mengakibatkan banyaknya pencurian kayu-kayu hutan dan pembukaan lahan untuk pertanian dari penduduk pendatang. Sampai dengan saat ini diperkirakan kerusakan hutan Pulau Nusakambangan mencapai 1.000 ha yang meliputi lokasi kawasan LP Batu, LP Besi, LP Kembangkuning, eks LP Karangtengah, eks. LP Karanganyar dan kawasan bagian barat Pulau Nusakambangan.
(Bersambung)
Salam Lestari!
SAVE OUR NUSAKAMBANGAN ISLAND
Bahan Bacaan:
- Dokumen Status Lingkungan Hidup Kabupaten Cilacap Tahun 2007.
- Partomiharjo, Tukirin & Ubaidillah, Rosichon, 2004. Daftar Jenis Flora dan Fauna Pulau Nusakambangan, Cilacap Jawa Tengah.
Thursday, 4 February 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment