Thursday, 4 February 2010

Save Our Nusakambangan Island (Part 2)

NUSAKAMBANGAN: HARAPAN KEBERLANJUTAN MASA DEPAN (Bag. 2)

Mon at 4:31pm
Jalan tengah pelaksanaan kegiatan ekonomi dengan nilai konservasi di Nusakambangan memang belum ada titik temunya. Kendati pun kemauan baik semua pihak sudah ada, sayangnya tidak dibarengi dengan kemauan politik yang serius


Kompleksitas Permasalahan: Tantangan dan Ancaman

• Status Kelola
Dengan berlakunya Undang Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Kabupaten Cilacap berupaya untuk aktif dalam pengelolaan Pulau Nusakambangan dan juga pengelolaan tanah timbul akibat pengendapan / sedimentasi lumpur di kawasan Segara Anakan. Namun hal tersebut masih terbentur dengan kewenangan pengelolaan Nusakambangan yang berada di bawah Departemen Hukum dan Perundang-undangan RI.

Dalam pelaksanaan pengelolaan, beberapa instansi yang terlibat adalah pemda, Departemen Kehutanan, dan Departemen Kehakiman. Adanya tumpangtindih kewenangan antar instansi dengan berbagai kepentingannya masing-masing menimbulkan konflik, seperti konflik batas kawasan konservasi, konflik kontrol terhadap kawasan, konflik kepentingan dan wewenang kawasan antara Departemen Kehakiman, pengelola LP dan Departemen Kehutanan subseksi KSDA.

Pendekatan koordinatif dalam rangka pengelolaan terpadu telah sering dilakukan oleh stake holder Nusakambangan, namun upaya itu hanya sampai di meja pertemuan tanpa ada tindak lanjutnya. Demikian pula dengan seminar & lokakarya yang pernah difasilitasi mapala Silvagama UGM untuk mencari solusi bersama model baru pengelolaan Nusakambangan, belum juga membuahkan hasil. Alasan masuk akalnya adalah Dephukham khawatir kehilangan wilayah kewenangannya yang bisa diartikan sebagai hilangnya sumber pemasukan bagi pengelolaan lapas, sementara bagi Pemkab sendiri menimbang-nimbang bisakah menikmati manfaat secara ekonomis jika harus memberikan investasi selama wewenang kelola secara yuridis masih ditangan Dephukham.

Otonomi daerah di satu sisi memacu daerah utuk meningkatkan pendapatan bagi daerah dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada, namun di sisi lain sumber daya alam harus dilestarikan dengan mempertimbangkan berbagai fungsinya.

Jalan tengah pelaksanaan kegiatan ekonomi dengan nilai konservasi di Nusakambangan memang belum ada titik temunya. Kendati pun kemauan baik semua pihak sudah ada sayangnya tidak dibarengi dengan kemauan politik yang serius.

Upaya Pemecahan Masalah

Pemkab Cilacap telah berupaya mencari jalan keluar bagi penyelesaian masalah yang ada seperti berikut ini:

 Untuk masalah penambangan batu gamping dilakukan minimalisasi dampak penambangan batu gamping dengan penyusunan dokumen AMDAL Terpadu Pembangunan dan Peningkatan Kapasitas Produksi pada tahun 1997, sebagai acuan dalam pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan termasuk penambangan batu gamping di pulau Nusakambangan.

 Meminta kepada pihak Holcim untuk mereklamasi lahan pasca penambangan dengan tanaman asli Pulau Nusakambangan terdiri dari plahlar, sempu, pulai, kraminan, kedawung, sinduk, kedoya, gondang dan lain-lain sesuai dengan arahan dokumen RKL-RPL. Kegiatan reklamasi dengan cara revegetasi lahan pasca tambang baru dilaksanakan seluas 17,76 ha, dikarena lahan tambang yang ada masih belum selesai ditambang dan masih diperlukan sebagai lokasi perkantoran dan tempat manuver alat-alat berat.

 Dalam hal kerusakan dan perambahan hutan, pemkab Cilacap telah


Membentuk Tim Penanganan Penduduk Pendatang Liar di Pulau Nusakambangan dari unsur dinas/instansi terkait dan aparat pengamanan terkait.

Melakukan upaya preventif dan represif terhadap penduduk pendatang liar untuk keluar dari Pulau Nusakambangan dan menghilangkan gubug-gubug tempat hunian penduduk pendatang liar sebanyak 725 buah.

Melakukan kegiatan operasi pengamanan di kawasan hutan Pulau Nusakambangan.

Penghijauan hutan dengan volume 30 Ha dan penanaman bibit tanaman kayu asli Pulau Nusakambangan sebanyak 5.000 batang.

Upaya penghijauan juga didukung oleh Proyek Konservasi dan Pembangunan Segara Anakan berupa kegiatan penghijauan pada Daerah Tangkapan Air seluas 24 Ha yang bertujuan mempertahankan sumber mata air bagi penduduk di kawasan Segara Anakan.


Meskipun tak kurang upaya dilakukan, namun sepertinya belum bisa memperbaiki keadaan. Kondisi penurunan kualitas lingkungan masih terus berlangsung.

Hutan yang berfungsi sebagai paru-paru dan penyimpan energi, rusak. Dari 16.000 luas hutan di Nusakambangan, diperkirakan 5.000 hektare rusak parah. Diantaranya karena penambangan batu kapur dan praktek illegal logging yang dilakukan oleh masyarakat luar Cilacap. Hal ini menyebabkan sejumlah pohon langka seperti Plalar yang dan kayu hutan tropis lainnya merupakan khas Nusakambangan menghilang.

Menurut laporan Antara, pembalakan liar sulit diatasi karena adanya penguasaan wilayah beberapa lembaga antara lain BKSDA Provinsi Jawa Tengah, Departemen Hukum dan HAM (Depkumham), dan PT Semen Holcim Tbk.

Sebuah sumber mengatakan bahwa praktek revegetasi untuk daerah yang terdegradasi akibat ekplorasi hanya dilakukan pada petak percobaan yang mana kuantitasnya sedikit, serta jenisnya pun umum dan tidak penting untuk bisa mengembalikan fungsi ekosistem seperti Ketapang, Keben dan Pulai.
Bahkan, hutan Nusakambangan yang dijadikan cagar alam seluas 928 hektare, 50 persennya juga mengalami kerusakan. Di kawasan cagar alam Nusakambangan Timur, pohon yang berdiameter sekitar 1 meter di atas lahan sel seluas 277 hektare sudah tak ada.
Tidak mustahil, hutan Nusakambangan akan menjadi gundul dalam satu dasawarsa ke depan jika tidak segera ditangani dan sementara upaya konservasi yang ada tidak seimbang dengan kerusakan yang terjadi.

Menurut seorang ekolog LIPI, Prof Tukirin, Nusa Kambangan adalah pulau karang yang dengan ekosistem yang sangat rentan dan sensitif terhadap segala bentuk gangguan. Bila fungsi ekosistem pulau karang hancur, hanya tinggal menunggu suatu saat pulau itupun akan runtuh pula. Dan Cilacap pun harus menanggung akibatnya.

Jika hal itu yang terjadi maka, pesisir Jawa bagian selatan bakal lenyap dari pemetaan. Habis sudah harapan keberlanjutan hidup kota Cilacap dan seisinya. Nusakambangan dan Cilacap mungkin hanya tinggal cerita abadi, sebagai pulau dan kota tenggelam….

Nusakambangan adalah relict (sisa-sisa) hutan hujan tropis dataran rendah yang terakhir di Pulau Jawa yang masih ada. Selagi masih ada waktu, masih ada yang bisa diselamatkan dan direhabilitasi, penting dan mendesak dihimbau dan ditekankan kepada semua pihak baik stoke holder maupun stake holder untuk serius melakukan pengelolaan Nusakambangan secara kolaboratif dan koordinatif untuk menghindari kepunahan keanekaragaman hayati, kerusakan lebih lanjut dan untuk mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat Nusakambangan dan Cilacap pada khususnya di masa depan.


Salam Lestari
SAVE OUR NUSAKAMBANGAN ISLAND


Bahan Bacaan:
• Dokumen Status Lingkungan Hidup Kabupaten Cilacap Tahun 2007.
• Partomiharjo, Tukirin & Ubaidillah, Rosichon, 2004. Daftar Jenis Flora dan Fauna Pulau Nusakambangan, Cilacap Jawa Tengah.
• Kompas, 21 Oktober 2008
• Kompas, 28 April 2000
• Semiloka Pengelolaan & Pemanfaatan Pulau Nusakambangan Sebagai Sisa-sia Hutan Hujan Dataran Rendah Berupa Ekosistem Kepulauana di Era Otonomi, Mapala Silvagama

No comments:

Post a Comment